Langsung ke konten utama

DITILANG, JUSTRU DIMINTAI DO'A

 
By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi

Awal pagi yang kurang indah bagi saya untuk melakukan aktivitas. Terik matahari yang menyengat, godaan yang terus menyelimuti setiap sendi-sendi dalam tubuh, tak mengubah haluan tuk menunda rencana yang sudah direncanakan. Dengan modal do'a dan semangat, ku paksa seluruh ragaku tuk mengegas kendaraan yang sudah siap sedia.

Ditengah-tengah perjalanan, entah ini nafsu atau fikiran yang menyelimutiku, sifat tergesa-gesa mendorongku untuk terus melaju. Lampu merah menandakan tata tertib tuk mengantisipasi kemacetan. Lampu merah juga mengandung makna untuk melatih manusia untuk disiplin,bersabar, dan mengantri disetiap perjalanan.

Tak ku pungkiri, ku paksakan sepeda motor tuk mengegas dengan kecepatan tinggi dikala lampu merah masih menyala. Entah ini peringatan atau cobaan, tanpa disadari, tiba-tiba suara peluit berbunyi. Oh tidak, ternyata bunyi itu dari seorang polisi yang sedang berpatroli.

Dibenakku, apess ! dengan wajah murung, tak semangat dan penuh pasrah, saya belokkan montor ku ke arah polisi. Tanpa fikiran dan pertimbangan yang begitu kuat, ku serahkan secara langsung tanpa berdebat.

Dengan menunggu antrian interogasi, saya berfikir sejenak, ini memang kesalahan terbesar yang memang harus diganjar dengan hukuman. Pertama, saya tidak menghiraukan lampu merah. Kedua, saya tidak membawa STNK dan SIM. ketiga, lampu depan kendaraan dalam keadaan mati.

Tanpa fikiran yang panjang, saya merenungi nasib kesalahan yang sedang saya hadapi. Itulah peringatan dari-Nya ? Terbersit dibenakku, apabila saya tadi menghiraukan lampu merah, dan melengkapi kebutuhan dalam berkendara, pasti situasi akan berbeda, justru akan membaik.

Sayangnya, nasib berkata beda. Dengan nada yang tegas dan berwibawa, saya disuruh menghampirinya untuk diinterogasi. Nasib malang, pak polisi langsung menjelaskan kesalahan terbesar saya. Dengan tenang, ku ungkapkan kata-kata sok-bijak ( he he he) kepadanya. "Ini memang kesalahan saya pak, ngapunten SIM dan STNK Kulo ketinggalan di Pesantren". Dengan nada yang meyakinkan, akhirnya polisi kembali bertanya." Ohh,, sampean mondok ?. Mondok dimana le,,?. Dengan tenang, saya menjawab," hmm.. teng pondok pesantren al-Kamal pak !. Dengan lahjah kayak berfikir, pak polisi tersebut kembali bertanya," pondok al-Kamal itu mana ya..?. Dibenakku berfikir, masak sekelas PPTA gak ada yang tahu ? Dengan nada yang sok-gaya berwibawa dan meyakinkan, saya langsung menjelaskan dengan detail.

Saya sempat sok bin keget bin tercengang. Dengan aura dan sikapnya yang tegas, wibawa, dan gagah, polisi tersebut tiba-tiba dengan nada yang begitu sopan dan pelan-pelan memberikan tutur tinutur kepada saya, " mas,, saya tetap menghukum sampean, walaupun saya tidak mendendanya. Sebagai bentuk peringatan supaya tidak melakukan kesekian kalinya, Sampean cukup membaca sholawat Nariyah 3 kali, dan jangan lupa, saya minta do'anya dari sampean, supaya kami dalam bertugas bisa berjalan lancar tanpa ada halangan dan rintangan". Dengan nada yang serba tidak yakin, tanpa berfikir panjang kata-kata kesanggupan ku ucapkan. Akhirnya, keselamatan sedang bersahabat denganku.

Alhamdulillah, luarbiasa kebesaran-Nya. Allah maha besar, itulah skenario-Nya. Dari tidak mungkin bisa menjadi mungkin, dari tidak logis menjadi logis, dari kurang percaya bisa dipercayakan. Allah apabila sudah mengucapkan 'Kun fayakun', maka semua yang diinginkan-Nya bisa diwujudkan.

Itulah kisahku, peristiwa ini merupakan bentuk anugerah dan rahmat yang diberikan-Nya. Tanpa Nya, saya tidak bisa apa-apa, karena ini murni kesalahanku. Peristiwa ini bisa dijadikan pelajaran kita semua, terkhusus bagi saya pribadi untuk lebih menaati peraturan lalu lintas. Dan jangan lupa, selalu diniati untuk ibadah dikala menjalankan segala aktivitas yang sedang dijalani. Utamakan keselamatan dengan ikhtiar dan do'a, supaya aktivitas yang dilakukan selalu diberi Rahmat oleh-Nya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

Kajian Takhrij Al Hadis dengan Aplikasi Kutub At Tis’ah di Smartphone

  By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Teknologi dewasa ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti banyaknya sarana pendukung untuk program pendidikan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Diantaranya aplikasi software jami’ al kutub at-tis’ah. Aplikasi ini digunakan untuk menelusuri otentisitas hadis. Selain itu, tidak hanya menjadi alat bantu dalam kegiatan penelitian hadis, melainkan juga untuk kepentingan mempelajari hadis, khususnya bagi peminat studi hadis. Di perguruan tinggi, kajian studi hadis perlu diperkenalkan aplikasi cara mentakhrij hadis, guna menambah pengetahuan tata cara penelitian hadis. Takhrij hadis merupakan kajian penelusuran hadis di sumber kitab aslinya (kutub al mu’tabarah). Kemudian hadis tersebut diteliti sanad dan matannya. Setelah ditelaah dengan bepedoman dengan kaidah-kaidah ilmu hadis dirayah dan riwayah, hadis dapat diketahui statusnya dari segi kualitas dan kuantitas (Abdul Muhdi Ibn  Abdil Qadhir Ibn Abdil hadi, Thuruq...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...