Langsung ke konten utama

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN KITA


By. Muh. Imam Sanusi al-Khanafi
Jika dilihat dari gambar di atas, tampaknya seorang guru adil dalam mengambil kebijakan. Akan tetapi, kebijakan guru demikian pada hakikatnya justru menjatuhkan setiap potensi atau skill yang muncul pada setiap muridnya. Menurut Enstein, semua orang pada hakikatnya jenius, hanya saja kejeniusan setiap orang pasti berbeda-beda. 

Bila kita melihat gambar di atas, nampaknya ikan memiliki kejeniusan, akan  tetapi bila disamakan dengan kera, burung, dan ular nampak kurang sesuai. Sebab, bila ikan disamakan dengan mereka akan nampak kebodohannya. karena ikan tidak bisa memanjat. Begitu juga dengan gajah, pinguin, anjing laut, dan anjing.

Berbeda dengan kera, burung, dan ular. Mereka justru lebih nampak kejeniusannya. Sebab itu memang skill mereka dalam hal masalah panjat memanjat. Sehingga jika kera disuruh memanjat, pasti dengan mudahnya memanjat dengan santai. Burung juga dengan mudah mengibarkan sayapnya hingga di atas pohon, begitu juga dengan ular, tinggal memanfaatkan lilitannya utk menuju ke puncak pohon. Karena memang mereka memiliki skill di bidangnya. Berbeda dengan binatang lainnya, mereka akan banting setir dan berputar otak, hingga sampai saraf putuspun tidak akan mampu utk mengatasinya. Sebab, skill mereka tidak di bidang itu.

Gambar di atas nampaknya sepele, tapi ada beberapa filosofis makna dan maksud, bahkan semacam kritikan yang terkandung di dalamnya. Seakan-akan memberikan pesan kepada kita mengenai sistem pendidikan kita saat ini. Tampaknya di zaman kekinian saat ini diperlukan keadilan seorang guru. Jangan membanding-bandingkan bakat seseorang dengan lainnya. Sebab, setiap manusia memiliki postensi dan bakat masing-masing. Misal: seorang yang pandai Kimia belum tentu bisa mengalahkan orang yang pandai Sastra. Begitu sebaliknya, jika dilihat dari kemampuan di bidangnya. Hal ini nampaknya memberikan poin kepada kita untuk senantiasa bijak dalam mengambil sikap dalam menentukan setiap potensi yang muncul pada diri murid. 

Sikap yang bijak dilakukan guru diantaranya dengan maengarahkan seorang murid dengan kemampuan di bidangnya masing-masing. Guru tidak seyogyanya menjejalkan pelajaran yang diampunya, akan tetapi justru menghidupkan sains. Guru tidak seyognya memaksa pengetahuan sebagai ayat-ayat yang dogmatis, saharusnya mengkontekstualisasikan pengetahuan dengan semangat pembaharuan.

Murid bukan seperti hewan yang selalu dijejali makanan, seakan-akan kebenaran guru tidak bisa diganggu gugat. Sebaliknya, murid diajak untuk memahami, berdialog, dan menuntaskan persoalan atau problem yang ada pada saat ini.

Ijazah tidak bisa mengukur atau menentukan derajat kemampuan seseorang. Skill dan pembaharuanlah yang bisa menjadikan manusia bisa berkembang. Alangkah seyognya seorang guru tidak mengkerdilkan skill murid. Justru membangun dan membangkitkan skill dalam bingkai pengetahuan.

Sekali lagi, ijazah tidak bisa menentukan nasib sesorang. Tapi diri sendirilah yang bisa menentukan jatidirinya. Untuk itu, pengajaran yang baik seharusnya mengarahkan pemuda-pemuda kita untuk senantiasa berfikir untuk membangkitkan diri sendiri dari kekangan nilai ijazah, demi mewujudkan lebih dari nilai ijazah. Wallahu a'lamu bi ash-shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

Kajian Takhrij Al Hadis dengan Aplikasi Kutub At Tis’ah di Smartphone

  By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Teknologi dewasa ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti banyaknya sarana pendukung untuk program pendidikan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Diantaranya aplikasi software jami’ al kutub at-tis’ah. Aplikasi ini digunakan untuk menelusuri otentisitas hadis. Selain itu, tidak hanya menjadi alat bantu dalam kegiatan penelitian hadis, melainkan juga untuk kepentingan mempelajari hadis, khususnya bagi peminat studi hadis. Di perguruan tinggi, kajian studi hadis perlu diperkenalkan aplikasi cara mentakhrij hadis, guna menambah pengetahuan tata cara penelitian hadis. Takhrij hadis merupakan kajian penelusuran hadis di sumber kitab aslinya (kutub al mu’tabarah). Kemudian hadis tersebut diteliti sanad dan matannya. Setelah ditelaah dengan bepedoman dengan kaidah-kaidah ilmu hadis dirayah dan riwayah, hadis dapat diketahui statusnya dari segi kualitas dan kuantitas (Abdul Muhdi Ibn  Abdil Qadhir Ibn Abdil hadi, Thuruq...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...