Langsung ke konten utama

ROMANTIKA DAN HARMONIKA RUMAH TANGGA RASUL


Gambar Wallpaper Bunga Sakura Jepang Cantik Kata Kata 2016 916x640


By. Muh. Imam Sanusi Al-Khanafi


Perempuan merupakan makhluk yang mulia, perempuan dalam Islam disebut Muslimah. Ada beberapa makna muslimah yang ada dalam al-Qur’an, diantaranya bermakna unsa (نثى ا). Dalam bahasa Arab, unsa (انثى) menunjukkan sifat seorang perempuan. Diantara kekhususan dan keistemewaan yang hanya dimiliki perempuan yaitu, pertama, perempuan bisa mengandung (Qs: 7: 189), karena punya rahim. Kedua, perempuan bisa melahirkan (Qs: 2: 233). Dan ketiga, memberikan ASI(menyusui) (Qs: 2: 233). Perempuan jika memiliki tiga sifat tersebut pantas untuk menjadi seorang ibu. Maka dari itulah Nabi mengatakan, 
 “Berbuat baiklah kepada ibu, ibu, ibu, kemudian bapakmu dan kerabat dekatmu.”
 
 Ada beberapa penelitian dari barat jika perempuan (ibu) memiliki peran penting terhadap anaknya. Dari ketiga keistimewaan tersebut jika disempurnakan akan memiliki pengaruh penting terhadap anaknya. Menurut pakar penelitian, pengaruh seorang perempuan (ibu) kepada anaknya sebanyak 75%. Ada hubungan yang begitu erat antara seorang ibu dan anak, diantaranya emosi, mental, dan perasaan. Walaupun seorang anak dipisahkan dari ibunya sejauh manapun pasti hubungan kedekatan seorang ibu kepada anaknya memiliki kedekatan bathin. Karena selama mengandung, melahirkan, dan menyusui seorang ibulah yang berperan penting terhadap jalinan kasih sayang. Contoh:  Seorang ayah ingin memondokkan anaknya berumur 6 tahun, lalu ibunya barkata:” jangan dulu bapak, anak kita masih berumur 6 tahun, saya tidak tega. Pada  waktu umur 7 tahun. Bapak berkata:” ibu, anak kita udah umur 7 tahun, sudah waktunya di pondokkan !”. Ibunya berkata:” iya bapak, tapi saya masih belum tega, nanti makannya gimana ? kesehatannya gimana? Dan tidurnya gimana?”. Ketika anak sudah mondok, ibu berkata:” bapak, saya kangen si anak, kita sebaiknya  sambang ?. Ketika sudah di sambang, ayah berkata: “ ibuk, ayo pulang, waktu sambang sudah mau habis !”. Ibu berkata: “ bapak, lima menit lagi ya...? ibu masih rindu, nanti kira-kira makanannya di makan gak ya pak....?. Ketika sampai rumah, 'kira-kira keadaannya si anak gimana ya pak....? apa dia merindukan kita...?" ungkapan ibu dengan nada rindu. Itulah sosok perempuan dengan jiwa keibuannya. Pantas, Nabi mengatakan tiga kali betapa pentingnya peran Ibu.

Inilah kelebihan seorang perempuan yang sudah menjadi ibu, dimanapun berada ibu dan anak secara bathin pasti memiliki hubungan rasa. Beda dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi seorang bapak. Belum tentu hubungan antara seorang ayah dan anak memiliki rasa.

Pendidikan Nabi kepada Istri
Derajat seorang perempuan begitu dijunjung tiggi oleh Nabi SAW. Bahkan ada pepatah ”jika kamu ingin istrimu seperti khadijah, maka jadilah kamu seperti Muhammad.” Nabi merupakan laki-laki yang ideal dan tahu bagaimana menghadapi seorang istri. Hubungan antara Nabi SAW dan khadijah memang patut dijadikan contoh. Mereka berdua disaat suka dan duka saling menasehati, mensuport, dan saling mendukung antara satu sama lain. Sehingga kelemahan yang ada pada mereka bisa ditutupi dan dilengkapi. Salah satu ajaran Nabi kepada istrinya adalah bersikap lemah dan penuh kasih sayang. Bayangkan, seorang istri berdiri di belakang suaminya untuk melindunginya. Kemudian sang istri meletakkan dagunya di pundak sang suami, dan wajah sang istri menempel di pipi sang suami. Dan kemudian berdiri di pintu rumah sambil melihat pemandangan. Sang istri meminta ingin berlama-lama dengan suaminya. Romantisasi antara Nabi SAW dan khadijah memang tidak ada duanya.  Kisah cinta mereka berdua memang berlandaskan keikhlasan dan tulus, seandainya Nabi SAW menikahi khadijah karena harta,  yang pasti setelah kematian Khadijah Nabi SAW langsung menikah. Pendapat seperti itu salah besar, ketika Khadijah meninggal, Nabi tidak menikah selama dua tahun (umur 52). Begitu juga dengan khadijah, ia menikahi Muhammad karena kejujuran dan ketulusannya, jika Muhammad pantas menjadi pembimbing dalam berumah tangga.

Pendidikan Nabi lainnya yang perlu dijadikan panutan adalah siap siaga kala sang istri dalam kondisi kerepotan. Nabi tidak segan-segan membantu aktivitas sang istri di dapur, menjahit baju, menjahit sandalnya, dan megerjakan semua pekerjaan rumah yang seharusnya laki-laki lakukan. Yang paling jarang dilakukan laki-laki lakukan adalah tetap santun dikala saat marah.  Sabda Nabi,

 فى مهنة أهلهكان
“Beliau melayani (membantu mengerjakan tugas) isterinya.” (HR. Bukhari)

Di saat sang istri mengomel (bahasa Jawa), Nabi tetap bijak dan santun dalam menghadapi isteri. Jika Nabi tidak tahan dengan sikap isteri yang melewati batas, beliau pergi meninggalkan sementara. Supaya amarah yang terpendam pada diri beliau hilang. Sehingga sang isteri tidak merasa tersakiti. Justru dengan sikap dan perilaku Nabi kala itu, menjadikan sang isteri sadar, dan merasa bersalah. Inilah pendidikan Nabi yang menjadikan sang isteri nyaman, tentram, dan tidak saling menyalahkan, akan tetapi saling memahami satu sama lain.

Keharmonisan Nabi kepada Isteri
Ada beberapa kisah keromantisan Nabi SAW terhadap isteri, hal ini semata-mata untuk menghorrmati, menghargai, dan membahagiakan isteri. Menurut Nabi SAW, bercanda ria, dan bersenda gurau kepada isteri merupakan salah satu perbuatan berpahala bagi suami. Dalam Sabdanya,

Segala yang melalaikan seorang Muslim adalah bathil, kecuali memanah, melatih kuda, bercanda ria kepada isteri, ini termasuk perbuatan kebenaran.” (HR. Tirmizi)
 
Nabi tidak hanya seorang panglima perang, pemimpin umat, dan penyebar Islam yang rahmatal lil alamin, akan tetapi juga menjadi seorang suami yang begitu romantis kepada isteri. Keharmonisan beliau terlihat dikala tangan sucinya menyuapi isterinya. Suapan Nabi SAW kepada isteri tidak hanya sekedar menggugurkan kewajibannya sebagai suami supaya mendapatkan pahala. Akan tetapi, dengan suapan inilah akan muncul keharmonisan, kebahagiaan, dan rasa kasih sayang yang luar biasa antara suami dan isteri. Di saat isteri dalam keadaan marah kepada suami, dengan suapan inilah salah satu resep untuk menjalin hubungan baik kepada suami. Tidak Cuma itu, dengan suapan akan menurunkan percikan dan bertaburan senyum, canda ria, dan saling menebarkan rasa nyaman, harmonisasi, dan romantika.

Sekali lagi, membantu pekerjaan isteri tidak semata-mata menurunkan derajat suami. Justru dengan saling membantu dan memahami satu sama lain di saat saling membutuhkan akan muncul kekompakan, jalinan kasih sayang, dan tanggung jawab bersama demi mencapai keluarga sakinah, mawaddah, dan ar-rahmah.

Pencapaian menuju keluarga sakinah, mawaddah, dan Ar-Rahmah
Menurut  Quraish Shihab, cinta, mawaddah, rahmah dan amanah Allah, itulah tali temali ruhani dalam perekat perkawinan, sehingga jika cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat, dan kalaupun ini tidak tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama.

Menurut Quraish Shihab ada beberapa tahap dalam mencapai keluarga yang harmonis, diantaranya: pertama, sakinah, level sakinah ini masih naik-turun. Jadi, kala isteri kadang marah, jengkel, dan tidak menghargai usaha suami sudah maklum. Karena level ini masih labil, kadang sayang kepada suami, dan kadang sebaliknya, hal demikian juga dialami oleh suami. Seperti cinta, kadang pupus, kadang rindu.

Kedua, mawaddah, level ini kelasnya tidak labil, atau jika marah tidak langsung ngemasi baju dan pulang ke rumah orang tuanya. Akan tetapi sudah mampu menyadari kesalahan, dan saling menerima pendapat satu sama lain. Akan tetapi pada level ini masih belum steril, yakni bisa mutung, ngambek, dan marah-marah. Mawaddah adalah level lapang dada, walaupun cinta sudah pudar sudah maklum, bukankah yang mencintai sesekali hatinya kesal, karena tidak direspon ? dan yang dicintai kadang-kadang juga cuek dan merasa risih jika selalu diperhatikan? hal ini sudah biasa, dan lumrah. Selama dalam hati tetap menanamkan mawaddah (kelapangan dada), maka tidak ada lagi kata memutuskan hubungan, cinta tetap merekat dalam hati, ibarat pohon yang kulitnya mulai mengelupas habis, selama ada akar yang menancap akan tetap hidup, itulah cinta.

Ketiga, Ar-Rahmah, level ini sudah pada taraf stabil,  mau jelek wajah, upilen, tidak berdandan, bukanlah suatu masalah lagi. Selama suami dan isteri rutin mengerjakan tugasnya masing-masing, menghargai pendapat, dan saling memahami satu sama lain, maka keharmonisan selalu menyelimutinya. Pada level ini suami-isteri akan bersungguh-sungguh bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya, serta menolak segala perkara yang mengakibatkan rumah tangganya terganggu. Itulah puncak haromonika dan romantika dalam rumah tangga. Isteri  adalah amanah di pelukan suami, suami pun amanat di pangkuan isteri. Tidak mungkin keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman. Suami, begitu juga isteri tidak akan menjalin hunbungan tanpa merasa aman dan percaya kepada pasangannya.
Itulah sekelumit proses pelajaran yang seharusnya patut dijadikan pedoman, terutama bagi penulis. Semoga kita, dan khususnya penulis menginginkan sekali untuk mengamalkan pesan kesan yang dilakukan oleh baginda Nabi SAW. Tidak hanya sekedar teori, akan tetapi benar-benar terjun untuk mengamalkan ilmu yang sudah diajarkan oleh baginda Nabi melalui sunnah qouliyah, fi’liyah, taqririyah, dan wasfiyah. Semoga artikel ini bisa membangkitkan kita untuk tidak merendahkan perempuan. Karena di mata Allah laki-laki dan perempuan sama, perbedaannya adalah ketaqwaannya.   Wa Allahu A’lam bi As-Sowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...