Langsung ke konten utama

SANTRI, LINGKUNGAN, DAN IMPLEMENTASINYA






Oleh: Muh. Imam Sanusi Al-Khanafi

Keberadaan pesantren saat ini masih eksis di tengah-tengah masyarakat, karena memiliki ciri khas dan karakter yang mampu menjawab perubahan yang terjadi di masyarakat. Pendidikan pesantren mampu menghasilkan kader-kader pemimpin yang mampu bersaing dan membangun peradaban masyarakat menjadi lebih baik. Hal ini tidak lepas dari peran kyai yang merupakan tokoh sentral di pesantren.

Kegiatan rutinitas pesantren yang mampu mendorong santri dalam menjaga lingkungan merupakan aktivitas yang wajib dilakukan, salah satunya adalah ro’an (bersih-bersih). Setiap hari, Santri bergotong-royong untuk mengais beberapa sampah yang berceceran di area lingkungan pesantren. Kegiatan ro’an (kerja bakti) merupakan bentuk pengajaran pesantren kepada santri terhadap lingkungan. Guna untuk melatih santri menanamkan sikap peduli, baik dengan lingkungan maupun sesama manusia. Karena, umat terbaik adalah mampu berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan. 

Hubungan baik antara manusia dan lingkungan merupakan bentuk perwujudan manusia sebagai khalifah fil ardh (khalifah di bumi). Karena tujuan manusia di bumi tidak hanya berhubungan secara vertikal dengan sang penguasa alam jagad raya, akan tetapi juga berhubungan dengan yang diciptakan-Nya, yakni manusia dan alam. Ketiga tujuan manusia ini tidak bisa dipisahkan, jika salah satu dari tujuan tersebut tidak diterapkan, maka tidak adanya keseimbangan hidup manusia.

Pesantren memiliki posisi yang strategis dalam membimbing santrinya untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan. Kepedulian tersebut akan berimplikasi kepada masyarakat terhadap perubahan-perbahan lingkungan di sekitar. Sebab, peran santri terhadap masyarakat akan memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan masyarakat untuk peduli terhadap pentingnya menjaga lingkungan. 

Kepedulian terhadap lingkungan merupakan tanggungjawab manusia atas amanah yang diberikan Allah kepadanya untuk memakmurkan Bumi. Hal inilah yang seharusnya dijadikan langkah awal bagi manusia dalam memelihara lingkungan dengan baik. Dalam firman-Nya,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Rum:  41)

Pada ayat di atas mengisyaratkan manusia untuk senantiasa sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Manusia bebas mengatur dan memelihara lingkungan, akan tetapi jangan sampai manusia lalai atas tanggungjawabnya sebagai khalifah, yakni memelihara keseimbangan alam. Menurut Hamka, Pada ayat terakhir di atas memberikan pesan yang mendalam bagi manusia untuk selalu intropeksi diri kembali kepada Allah jika telah melakukan kesalahan. Jangan sampai manusia setelah mendapatkan kekayaan, kenikmatan, dan ketentraman melalaikan kewajibannya sebagai khalifah, yakni menjaga lingkungan.

Praktik santri menjaga lingkungan sesungguhnya merupakan strategi pesantren dalam mengaktualisasikan ilmu (dakwah bil Hal). Jika ajaran tersebut tidak diaktualisasikan secara turun-temurun, maka generasi muda akan selamanya sulit untuk mengaplikasikan ilmunya di masyarakat. Pesantren merupakan salah satu institusi yang mengakar kuat di masyarakat dalam mencetak generasi muda yang peduli terhadap lingkungan. Modal besar yang dimiliki pesantren inilah jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan besar, sekaligus sebagai pijakan (mercusuar) pusat peradaban islam di nusantara.

kepedulian terhadap lingkungan sangat penting untuk ditanamkan pada diri santri. Sebab, Pesantren tidak hanya mengandalkan beberapa teori yang telah diajarakan oleh asatidz. Melainkan, santri terjun secara langsung ke lingkungan sebagai bentuk penerapan dari hasil teori yang telah diserap. Dengan ini, santri akan memahami bagaimana pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan baik.

Santri dan lingkungan tidak bisa dipisahkan, mulai berbaur dengan tanah, menginjak tanah, bernafas dengan udara, membuang dan menanam sampah di atas tanah. Hingga santri dalam mencukupi kebutuhan perutnya juga berasal dari tanah. Ketergantungan terhadap manusia atas lingkungan amatlah sangat besar. Di mana ada manusia, disitulah ada lingkungan yang tiap hari dimanfaatkan oleh manusia. Sebaliknya dengan lingkungan, agar kelestarian lingkungan tetap bersih dan terjaga, peran manusia sangat dibutuhkan supaya lingkungan terhindar dari pencemaran, erosi, banjir, dan kekeringan. Sudah selaknya santri memiliki kesadaran tentang hal ini. Kebersihan lingkungan tergantung seberapa konsisten rasa  tanggung jawab dalam mengolahnya.

Menjaga kebersihan di pesantren tidak semata-mata hanya menggugurkan kewajiban. Dibalik dari dampak positif bersihnya lingkungan sendiri juga menciptakan kerukunan, dan persahabatan dengan sesama manusia.

Pesantren telah berhasil membentuk karakter santri yang kualitasnya tidak kalah bermutu dengan lembaga institusi lain. Pesantren mampu membentuk karakter yang memiliki beberapa kecerdasan, antara lain: kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional. Pertama, Kecerdasan intelektual. Pesantren selain memberikan wawasan kepada santri terkait wawasan tentang pentingnya menjaga lingkungan juga diberi strategi dalam mengolah sampah. Misal: santri diajarkan memilah sampah organik dan non organik. Sampah organik diolah dan dimanfaatkan untuk pupuk tumbuhan-tumbuhan di pesantren. Sedangan sampah non-organik seperti botol dimanfaatkan oleh santri untuk membuat hasta karya, sedangkan ada juga yang dijual di rongsokan untuk kepentingan tambahan kebutuhan pokok di pesantren. Hal demikian sesungguhnya mencetak santri yang kreatif dan cerdas dalam mengatasi sampah yang seolah-olah tidak bermanfaat di pesantren.

Kedua, kecerdasan spiritual. Santri paham betul jika kebersihan lingkungan sangat mempengaruhi proses spiritualnya. Dalam tradisi pesantren, Lingkungan bersih juga mempengaruhi kepribadian santri. Salah satu syarat dalam thalabul ilmi agar diberi kemudahan dalam berfikir tentuya jiwa harus bersih (thaharatun nafsi). Sedangkan salah satu perkara yang merusak dalam proses belajar santri adalah lingkungan yang kotor. Jika dalam proses ibadah, dan belajar dikelilingi oleh lingkungan yang kotor, tentu berpengaruh pada diri santri. Baik tidak khusuk dalam beribadah, sulit memahami pelajaran, malas untuk beraktivitas dan tidak tenang dalam proses belajar.

Ketiga, kecerdasan emosional. Aktivitas ro’an santri merupakan salah satu strategi pesantren dalam mengatur tingkat kepekaan santri terhadap kebersihan lingkungan pesantren. Jika tingkat kepedulian santri terhadap lingkungan masih rendah, maka hukuman (ta’zir) akan mengadili. Hal tersebut juga bertujuan untuk mengukur seberapa tingkat kesabaran dan ketaatan santri dalam proses tolabul ilmi. Proses talabul ilmi di pesantren tidak hanya mengajarkan supaya santri pintar dalam pelajaran. Akan tetapi santri harus cerdas dalam memahami situasi dan kondisi dimana santri itu hidup, seberapa ilmu tersebut didapatkan jika santri mampu mengolah gejolak yang timbul pada dirinya dan mampu mengaplikasikan tingkat kepedulian dan keikhlasan tanpa adanya unsur terpaksa, maka santri tersebut dalam kategori mampu mengendalikan sikap hawa nafsu yang ada pada dirinya.

Ketiga pembentukan karakter tersebut tidak bisa dipisahkan, jika santri bisa berusaha untuk berbenah diri dan mengamalkan ketiga bentuk kecerdasan tersebut dalam dirinya. Tentu pembentukan kepribadian santri untuk berjiwa besar terhadap lingkungan akan muncul dalam dirinya. Berjiwa besar yang timbul pada diri santri dalam menjaga lingkungan merupakan kesuksesan santri sebagai penerus dakwah Walisongo dan Salafus Shalih tentang pentingnya menjaga dan mengatur ciptaan Allah dengan baik. Supaya manusia di dunia tidak hanya mementingkan kebutuhannya untuk dirinya sendiri, tetapi juga ingat dan sadar jika manusia mempunyai amanat dari sang penguasa Alam untuk memelihara alam dengan baik.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan warisan Walisongo. Pesantren mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, salah satunya menjaga lingkungan. Kebersihan lingkungan merupakan perwujudan dari dakwah bil hal. Peran santri dalam menjaga lingkungan merupakan strategi pesantren untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan. Kepedulian tersebut akan berimplikasi kepada masyarakat terhadap perubahan-perbahan lingkungan di sekitar. Sebab, peran santri terhadap masyarakat akan memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan masyarakat untuk peduli terhadap pentingnya menjaga lingkungan. Wallahu a'lam bis shawab

Komentar

  1. kehidupan pesantren akan sangat dirindukan oleh siapapun yang pernah berada didalamnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Bu,Krn kehidupan di pesantren begitu unik.,, He he

      Hapus
  2. Aduh selalu keren tulisan suhu satu ini. 😍

    BalasHapus
  3. Waduh,, ketemu Bu. Editor, jadi merasa perlu belajar lagi. he he

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...