By. Muh. Imam Sanusi al-Khanafi
Pada tanggal 20 agustus 2020, pondok pesantren terpadu al-Kamal Blitar mengadakan musyawarah Akbar (musyawarah periodik). Musyawarah ini diadakan satu tahun sekali, yang pesertanya diikuti oleh semua jajaran pengurus pusat (dewan markaz), pengurus ma’had aly, pengurus firqah (asrama), dan perwakilan santri setiap asrama. Kegiatan ini memang berbeda dengan musyawarah yang lainnya. Bila musyawarah yang lain biasanya membahas mengenai problem pesantren, yang didalamnya hanya dirapatkan oleh pengurus atau dalam unit tertentu. Dalam musyawarah ini, semua pegurus pusat dan firqah berkumpul menjadi satu untuk merumuskan deskripsi job dari tiap departeman, yang pada nantinya diaplikasikan ke firqah masing-masing.
Kegiatan ini dibuka oleh pengasuh pondok pesantren. Dalam pembukaan ini, kiai memberikan wejangannya terkait pentingnya dalam berorganisasi. Ada beberapa poin yang penulis serap dalam pembukaan musydik di pesantren. Pertama, organisasi ini bertujuan untuk mempermudah jalananya kepengurusan. Kedua, pengurus merupakan kepanjangan tangan dari pengasuh, yang tujuannya tidak hanya mendidik dan mengurusi santri. Tapi juga sebagai murrabi, yakni mampu memelihara dan mengatur santri dalam menaati aturan dalam ruang lingkup pesantren. Tujuannya tidak lain untuk mengarahkan santri senantiasa mampu menyeimbangkan antara ilmu agama dan dunia.
Dalam rapat ini, peserta dibentuk beberapa kelompok, yang didalamnya meliputi departeman amni (bidang keamanan), lughah (bidang bahasa), husake (humasy, sarana dan prasarana), orkesih (bidang olaharaga dan kesehatan), MPK (mading, perpustakaan, dan kesenian), dan tarbiyah (bidang pendidikan). Peserta sidang komisi dibagi menjadi empat kelompok. Sidang komisi yang dimaksud merupakan persidangan yang membahas job deskripsi kepengurusan. Tiap komisi terdiri dari dua departemen, yang didampingi oleh koordinator pengurus pusat.
Musyawarah periodik terdiri atas sidang pleno satu dan dua. Sidang pleno satu yang dimaksudkan, ialah membentuk dan mengatur peserta komisi yang telah dibagi oleh pimpinan sidang berdasarkan keputusan mufakat. Adapun sidang pleno dua berkaitan dengan laporan dari masing-masing komisi yang telah dimusyawarahkan oleh kelompoknya. Dari hasil musyawarah ini kemudian dipresentasikan dihadapan seluruh peserta musydik (musyawarah periodik).
Antusias rapat sidang perkelompok begitu membara kala setiap departeman mempresentasikan job deskipsi. Mereka bebas menyampaikan pendapat, tanggapan, maupun usulan dalam setiap job yang sudah dirumuskan. Tidak jarang, kala peserta saling beradu argumen, pembimbing berputar otak untuk menemukan titik temu dan mengambil pendapat terbaik dari hasil rapat ini. Walaupun peserta yang mengikuti musydik pada tahun ini mayoritas pada masa jenjang tingkatan SMA dan Smp, tapi semangat dan retorika mereka dalam berfikir sudah mampu untuk menyuarakan pendapat. Meskipun pendapat yang diutarakan masih belum sistematis, pengurus pusat yang terdiri dari tingkatan sarjana dan mahasiswa tetap memberikan arahan, bimbingan, dan jalan keluar terhadap rumusan masalah yang diutarakan oleh tiap kelompok.
Inilah pesta demokrasi, musyawarah periodik sebagai bentuk pembelajaran bagi pengurus asrama dalam mencetuskan hal baru demi kemajuan pesantren. Menariknya, bila dibanding dengan kepengurusan sebelumnya, mereka tidak hanya mengotak-atik dan merubah kalimat dari job kepengurusan lalu. Akan tetapi, mereka mampu menganalisis setiap job deskripsi sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Kiranya dalam job kurang relevan bila ditarik dalam konteks sekarang, maka job deskripsi dihapus, dengan pertimbangan yang sudah matang. Dilain sisi, mereka juga aktif memberikan terobosan rumusan baru. Deskripsi baru yang dirumuskan akibat adanya problem baru yang solusinya belum diwujudkan dalam job deskripsi kepengurusan lalu. Aneka terobosan baru memang sudah didengungkan sejak pembukaan musyawarah.
Musyawarah akbar memberikan dampak positif kepada pengurus. Diantara dampak positif yang didapatkan ialah pertama,selain melatih berbicara, beretorika, dan berani menyuarakan pendapat, mereka juga mendapatkan ilmu kemasyarakatan. Mengurus santri sebagai sarana praktik dan latihan kala terjun di masyarakat nanti. Semua permasalahan yang muncul di pesantren dijadikan sebagai shock therapy awa untuk menghadapi semua masalah di lingkungan masyarakat. Walaupun masalah di masyarakat lebih rumit dan kompleks, paling tidak mereka sudah memiliki bahan bagaimana cara menghadapi problem demikian. Kedua, semakin dewasa. Santri yang telah terpilih menjadi pengurus tentunya sudah dianggap dewasa oleh santri yang lainnya. Di lain sisi, dengan ditimpa segala aspek permasalahan pesantren, khususnya tiap asrama, maka pemikiran dewasa akan muncul. Kedewasaan itu akan muncul secara tiba-tiba akibat tuntutan dan tantangan lingkungan sekitar. Dulunya, diatur, diurus, dan mengikuti peraturan undangan-undang pesantren. Sekarang mau tidak mau ikut campur dalam merumuskan peraturan, dan menindak santri yang melanggarnya. Maka tidak heran, walaupun usianya masih kelihatan muda, fikirannya sudah menjadi tua. Penulis masih teringat bila kedewasaan itu bukan diukur oleh usia dan bentuk fisik. Sikap, tingkah laku, dan cara berbicara itulah mencerminkan kedewasaan.
Ketiga, ngalap berkah. Semua santri pasti ingin mendapat keberkahan ilmu. Dalam tradisi santri, jargon yang masih tertanam dalam dirinya ialah,”al-ilmu la yu’thika ba’dhahu hatta tu’thiyahu kullaka (ilmu itu tidak akan memberikan sebagian dirinya, sebelum engkau menyerahkan segenap totalitas dirimu kepadanya).” Dalam artian, dalam proses thalabul ilmi bila dirinya tidak diabdikan secara totalitas untuk khidmah kepada guru-kiai, lembaga pendidikan, dan masyarakat, maka ilmu yang didapatkannya juga tidak didapatkan secara maksimal. Maka, untuk mendapatkan ilmu yang manfaat dan sepenuhnya menempel pada dirinya, ber-khidmah sebagai salah solusi untuk meraihnya.
Khidmah di pesantren tidak ada ruginya, santri mengabdikan dirinya untuk pesantren bukan berarti pesantren membutuhkan untuk diabdikan, tapi santrilah yang butuh untuk mengabdikan (berkhidmah). Keikhlasan dan pengorbanan besar santri secara totalitas dalam berkhidmah akan mendapatkan hasil yang maksimal. Keberhasilan santri di pesantren bukan terletak pada kepandaian dan kecerdasan, tapi seberapa besar santri bisa berguna di tengah-tengah masyarakat. Ilmu bisa didapat dengan belajar tekun, tapi kemanfaatan (berkah) bisa dilalui dengan jalan pengabdian (khidmah).
Agenda musydik di pesanren sebagai sarana mentransformasikan ilmu dari teoritis ke praksis. Pengurus digembleng untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, tapi juga peduli dengan sekitar. Kepedulian terhadap sekitar sulit diraih bila tidak memilki kesadaran dan kejiwaan besar. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah apabila memilki kepedulian terhadap sesama manusia, dan lingkungan sekitar, sejatinya mampu mengimplementasikan rahman dan rahimnya Allah dalam bentuk mengajawantahkan hablu mina allah, min an-nas, dan min al-alam. Selama berkhidmah berpegang teguh kepada rahman dan rahim-Nya, maka Allah akan senantiasa memelihara jasmani dan rohani manusia, dan memberikan berbagai kenikmatan beserta kemuliaan. Sehingga, Allah senantiasa menjauhkan manusia dari thariqah yang salah. Sebaliknya, Allah akan menunjukkan hati musytaqin ke jalan yang benar. Wallahu a’lam bi ash-shawab
Komentar
Posting Komentar