Langsung ke konten utama

SEMANGAT SANTRI MEMPERINGATI HUT KEMERDEKAAN RI KE-75

 

 

 

By. Muh. Imam Sanusi al-Khanafi

 

Pada tanggal 17 agustus 2020, pondok pesantren terpadu al-kamal Blitar mengadakan upacara dalam rangka memperingati harlah NKRI. Dengan mematuhi protokol kesehatan, santri dari pagi sudah bersiap-siap menuju ke lapangan area lingkungan pesantren. Kegiatan ini berbeda tak seperti biasanya, akibat pendemi yang tak kunjung selesai, upacara dilaksanakan dengan singkat. Walaupun demikian, upacara dilaksanakan dengan penuh khidmat dan semangat membara.

Pukul 07.00 wib, santri mulai diarahkan membuat kelompok. Barisan barat dan selatan diisi oleh asrama perempuan, yakni firqah munawarah, adawiyah, dan HM. Sedangkan barisan timur dan selatan diisi oleh firqah putra (al-manshur, LKSA, dan MIPK). Peserta upacara meliputi darri jajaran guru madrasah diniyah, pengurus pusat, pengurus firqah, ma’had aly, dan santri. Inspektur upacara dipimpin langsung oleh pengasuh pesantren, sedangkan petugas yang lain di hendel oleh pengurus pusat, mahasantri, dan santri.

 

Kala kegiatan dimulai, peserta dengan tertib dan serius mengikuti kegiatan ini. Walaupun cuaca agak panas, tidak menghalangi mereka untuk roboh ditengah-tengah upacara. Sekitar seribu santri mampu bertahan panasnya terik matahari. Di era pandemi, sengatan terik matahari bisa berdampak positif bagi santri, diantaranya sebagai sarana untuk meningkatkan imun. Hal demikian memang berdasarkan arahan pengurus satgas covid-19 pesantren.

 

Detik-detik pengibaran bendera sang saka merah putih, suara lantang komandan upacara menandakan sang saka sudah siap berkibar. Dengan semangat menggebu-gebu, tim paduan suara dengan kompak dan serasi menyanyikan lagu “Indonesia raya”. Mendengar irama ini, tak terasa jantung ini bergetar lebih kencang. Meskipun Kemerdekan Indonesia sudah menginjak ke-75, hingga kini rasa merdeka masih terasa. Apalagi kala santri menyanyikan lagu “yaa lal wathan”, dengan iringan musik dan kekompakan paduan suara, semangat membara, rasa nasionalisme, dan patriotisme hadir di area lingkungan pesantren.

 

Antusias santri dalam upacara kemerdekaan menandakan bentuk rasa cintanya terhadap NKRI. Mereka sadar, bila pendahulunya (para kiai dan santrinya) juga ikut berjuang mempertahankan kejayaan NKRI dari keserakahan penjajah. Sebagai penerus generasi bangsa dan negara, momen ini seyogyanya dijadikan sebagai sarana muhasabah untuk terus berbenah diri, beserta menanamkan jiwa-jiwa para pahlawan, apabila santri harus berjuang dengan sungguh-sungguh dalam proses ta’lim wa ta’alum. Karena dengan belajar, maka santri akan melanjutkan cita-cita bangsa yang pada saat itu belum terwujud, yakni menjadi generasi yang unggul dan mampu mengimbangi era modern yang semakin pesat.

 

Ada pesan motivasi dari kiai dalam upacara kemerdekaan, intinya dalam menciptakan generasi yang berkualitas harus mampu meningkatkan prestasi dan kreasi. Mulai dari santri yang semangat ngaji dan mutalaah kitab, sedangkan guru atau asatidz juga semangat berkidhmah, serta menanamkan keikhlasan secara totalitas berjuang mendidik santrinya. Upacara ini bukan berarti mengobarkan semangat sesaat. Diakhirinya upacara kemerdekaan, seharusnya dijadikan sebagai pijakan untuk terus berproses secara tahap demi tahap untuk melangkah kearah kemajuan. Santri harus tau betapa sengsaranya para pejuang, dengan kemampuan ala kadarnya habis-habisan untuk mengusir para penjajah. Hujan darah yang membasahinya tak mampu tuk menurunkan semangat berjuang, mereka berani mengorankan nyawanya dan meninggalkan sanak keluarga demi kemerdekaan NKRI.

 

Di momen HUT NKRI-75, santri harus tahu betapa pentingnya peran tokoh pesantren dalam mewujudkan kemerdekaan negeri ini. Mereka mampu menjadi aktor inspirasi terhadap ruh bangsa, baik dalam persatuan, kemandirian, kemakmuran, kesejahteraan, kemerdakaan, dan kerakyatan. Pesantren mampu hidup sebebas-bebasnya untuk berkecimpung di dunia modern. Entah suka atau tidak suka, di era pasca kemerdakaan, pendidikan pesantren harus mampu bersanding dengan sekolah formal. Tanpa saling menjatuhkan, antara pendidikan pesantren dan formal, saling berinteraksi dan tukar-menukar budaya dan peradaban merupakan solusi terbaik demi kemajuan bangsa. Bila antara keduanya bisa dikolaborasi dengan apik, maka mereka mampu mengisi masyarakat tentang arti modern, yakni arti menjadi bangsa yang kuat, beradab, bermoral, berkepribadian luhur, dan mampu bersatu di era pasca penjajahan.

 

Peringatan HUT NKRI seharusnya  dijadikan motivasi santri tuk menjadi aktor-aktor gerakan nasionalis. Hal ini jelas, bila pesantren merupakan produk yang mampu menciptakan kekuatan investasi kultural, dalam artian pesantren sebagai lahan subur untuk memperkenalkan peradaban kaya yang mampu mempertahankan tradisi dan kebudayaan bangsa. Hingga kini, dengan hasil pencapaian santri, mereka mampu menciptakan tradisi keilmuan dalam bingkai kebudayaan, diantaranya dalam bidang agama, seni, sastra, dan spiritualitas.

 

Di era penjajahan, pesantren berkontribusi dalam menggodok, meracik, dan memapankan bangsa dan negara. Demikian juga di era sekarang, pesantren juga harus berhasil meracik, menggodok, dan memapankan santri. Demi terwujudnya harapan masa depan bangsa dan negara. Di bulan kemerdekaan ini bisa mengambil pelajaran, khususnya bagi santri, apabila dalam mencari ilmu itu layaknya seperti pejuang melawan penjajah. Penjajah yang harus dimusnahkan di era kekinian adalah kebodohan. Tanpa bekerja keras dan diimbangi dengan do’a, kebodohan akan terus merajalela. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...