Langsung ke konten utama

RESEP MENGHILANGKAN MALAS ALA SYEKH AZ-ZARNUJI





By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi

Produktif berkarya memang tidak mudah. Berbagai tantangan dan hambatan harus siap dihadapi. Jika mudah menyerah, mustahil bisa produktif. Allah memberikan tantangan kepada hamban-Nya dengan beraneka ragam. Supaya mereka berfikir untuk menemukan solusi terbaik dalam menghadapi setiap tantangan yang diberikan-Nya. Faktor yang menghalangi kita berkarya diantaranya malas. Seluruh manusia pasti pernah mengalaminya. Ada yang mampu mengatasi problem demikian, ada juga yang cenderung pasrah.

Menghadapi sifat malas tentu tidak mudah. Mentalitas tahan banting harus tetap digerakkan. Melawan malas bukan sekedar berteori, tapi juga diimbangi dengan implementasi yang baik. Para ulama' sebetulnya telah memberikan resep untuk menghadapi sifat malas. Syekh az-Zarnuji diantara tokoh yang memiliki gagasan cara menghadapi sifat tersebut. 

Ta'lim Muta'alim, sebuah kitab fenomenal yang dikarangnya mampu memberikan angin segar bagi semua kalangan, baik dari kalangan akademisi maupun pesantren. Walaupun kitab ini cenderung klasik, tapi pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya kaya akan makna tersimpan. Dengan bahasa yang ringkas, padat, dan jelas. Beliau seakan-akan memberikan semacam isyarat bila isi yang dikarangnya bertujuan untuk mudah diingat, dihafalkan, dipahami, membekas, dan bahkan bisa disebarkan ilmunya ke semua kalangan.

Ada diantara bab dalam karyanya menyinggung soal malas. Dalam bab faslun fi al-jiddi wal muwadzabati wal himmati (bab ketekunan, kontinuitas, dan minat), beliau memberikan argumen tentang penyebab malas. Menurutnya, malas itu muncul akibat banyaknya lendir dahak dan cairan-cairan dalam tubuh. Sehingga, banyaknya lendir yang menempel dalam tubuh mengakibatkan gairah (greget: dalam bahasa Jawa) untuk semangat berkarya mudah melemah.

Syekh az-Zarnuji memberikan solusi untuk mengurangi lendir pada diri manusia, yakni dengan تقليل الطعام (sedikit makan). Dalam hal ini, beliau menyatakan bila tujuh puluh nabi sepakat apabila seringnya lupa juga akibat banyaknya dahak, sedangkan dahak itu sendiri muncul akibat banyak makan. Selain mengurangi makan, beliau juga menyarankan untuk memakan makanan kering, misal: roti kering. Namun, bila tidak dibiasakan makan ala kadarnya (tidak terlalu banyak), maka pada akhirnya sama saja memproduksi lendir. 

Cara lain untuk menghilangkan lendir dalam versi beliau ialah bersiwak. Selain membantu mengurangi dahak, juga memiliki manfaat lain, yakni membantu menambah kuatnya hafalan dan meningkatkan kefasihan.  Seperti pernyataan beliau,
السواكُ يُقلّيل البلغمَ ويزيدُ الحِفظَ و الفصاحةَ

Hingga kini tradisi penggunaan siwak bagi kalangan umat muslim masih eksis digunakan kala ibadah. Karena bersiwak sendiri merupakan ajaran yang diterapkan oleh Baginda Nabi SAW. Walaupun di era millenial sikat sudah membumi di tengah-tengah masyarakat. Tapi eksistensi siwak masih diminati mayoritas muslim.

Pernyataan az-Zarnuji bila dikontekstualisasikan di era sekarang tentunya menimbulkan aneka ragam argumen, ada yang pro dan ada yang kontra. Akan tetapi, penulis mengambil hal yang positif, bila pesan yang disampaikan olehnya juga ada manfaatnya.

Makan secukupnya juga berdampak positif bagi kesehatan kita. Berbagai manfaat yang timbul dari orang yang tidak berlebih-lebihan dalam hal makan, diantaranya menjauhkan dari penyakit dan bebal (tidak tajam dalam hal berfikir). Hingga ada pepatah yang mengatakan,
البطنةُ تُذهبُ الفطنة
"Perut kenyang, kecerdasanpun hilang."

Pernyataan beliau ini bukan berarti melarang kita untuk makan. Tapi lebih mendisiplinkan pola makan. Rasulullah juga mencontohkannya, bahkan beliau mengajarkan tata cara makan sebelum kenyang. 

Malas memang faktornya banyak, tapi inti dari kemalasan itu muncul dari kesalahan kita dalam mengatur pola makan. Hal ini mengakibatkan semua unsur yang ada dalam tubuh menyebabkan kemasalan. Untuk meminimalisir kemalasan, seyogyanya tidak melebihi porsi makan, sesuai yang diajarkan oleh Baginda Nabi. Wallahu a'lam bi Ash Shawab.





Komentar

  1. Jawaban atas pertanyaan kenapa habis makan, mata langsung mode 5 watt, hehe. Terimakasih pengingatnya. Catatan yang inspiratif.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...