Langsung ke konten utama

MUSABAQAH TILAWAH AL QURAN




By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi


Setiap malam jum'at, kegiatan belajar mengajar di  pesantren al kamal libur. Walaupun libur, bukan berarti semua aktivitas yang ada di pesantren free, pesantren sudah memiliki agenda sendiri disaat kegiatan madrasah libur. Beberapa agenda yang hingga kini masih diterapkan di pesantren, diantaranya kegiatan bahasa dan tarbiyah. Kegiatan ini diikuti oleh semua asrama pesantren. Mulai dari asrama manshur (putra ula dan wustha), adawi (putri ula), munawarah (putri wustha), HM (putri wustha), aisyah (putri ula dan wustha), dan LKSA (putra ula dan wustho). Seluruh penduduk asrama berkumpul menjadi satu di surfah masjid jami' al kamal kala kegiatan berlangsung. Namun, di era pandemi ini, kegiatan tidak seperti biasanya. Pengurus pusat membagi agenda tersebut menjadi tiga kelompok. Asrama HM dan munawarah bertempat di aula HM. Adawi bermarkaz di syurfah masjid. Sedangkan manshur di syurfah tsalisah (lantai aula 3).

Pada malam itu, firqah HM dan munawarah mengadakan kegiatan tarbiyah, yakni musabaqah tilawah al-Qur'an. Kegiatan tersebut diketuai oleh pengurus firqah (devisi tarbiyah). Sedangkan juri dari lomba tersebut pengurus markaz. Peserta yang mengikut lomba ini berjumlah 16, baik dari tingkatan kelas 3 MDU (madrasah diniyah umum) atau MDK (madrasah diniyah khusus). Para peserta yang mengikuti perlombaan merupakan perwakilan dari masing-masing kamar tiap asrama. Sehingga, peserta yang ikut dalam event ini memang memiliki talenta dibidang seni baca al-Qur'an.

Gabungan antara firqah HM dan munawarah semakin menambah suasana menjadi ramai. Sebelumnya, firqah lain sudah mengadakan lomba tersebut. Berdasarkan jadwal yang dibuat oleh panitia, firqah tersebut memang terjadwal paling akhir daripada firqah yang lain. Sehingga, semarak dan jumlah penonton bila dibandingkan dengan asrama sebelumnya kalah telak. Selain itu juga, firqah tersebut memang terkenal masyhur dalam berbagai event malam jumat, baik dalam bidang tarbiyah, maupun dalam bidang pesona bahasa. Saat itu, panitia memiliki inisiatif, apabila pasca perlombaan, agenda pembagian hadiah juga bisa dilangsungkan. Supaya para peserta dan penonton semakin berdebar-debar. 

Saat acara berlangsung, para peserta menampilkan kemampuannnya dengan aneka ragam seni baca al Qur'an. Mereka ada yang menggunakan berbagai lagu-lagu dari mesir, atau dikenal dengan lagu mishrii (berasal dari negara mesir). Memang, bila dilihat dari segi hostoris, nampaknya lagus mesir lebih dominan dapat berkembang di negara Indonesia, sesuai perkembangan zamannya. Sehingga, lagu tersebut masyhur dikalangan MTQ, baik ranah nasional maupun internasional. Lagu ala mishri yang mashur di negara Indonesia, diantaranya bayyati Husaini, shoba, shika, jiharkah, dan lainnya. Adapun nada yang dilagukan oleh peserta dalam lomba juga bermacam-macam, ada yang menggunakan suara qoror, yaitu suara yang memiliki tingkatan terendah, atau suara rendah. Ada juga yang mengawalinya pembukaan tilawah dengan menggunakan suara jawabul Jawab, yakni suara yang menggunakan nada tertinggi. Peserta juga ada yang menggunakan nada yang sedang, atau dalam bahasa tangga nada MTQ dinamakan suara jawab. Tentunya, setiap peserta memiliki ciri khas masing-masing. Disisi lain, ayat yang dibaca oleh tiap peserta memang bukan berasal dari keinginan yang dibaca. Melainkan hasil dari pilihan panita. Sehingga kala peserta maju ke panggung, peserta harus siap membaca ayat yang sudah dipilihkan oleh pantia. Dengan kata lain, peserta yang mengikuti lomba harus mempersiapkan betul modal atau metode dalam menghadapi ayat yang akan dibaca. Selain itu, peserta juga harus paham teori atau hafal pakem yang dibaca disaat menghadapi ayat-ayat tertentu.

Tiap peserta yang tampil, dan selesai membaca ayat, juri langsung memberikan 3 pertanyaan kepada tiap peserta. Pertanyaan yang dilontarkan terkait masalah teori yang sudah dikuasai, baik masalah makhraj (sifat-sifatnya), tajwid (hukum bacaannya), dan metodenya. Penulis sangat takjub kepada diantara peserta yang tampil, walaupun ada yang masih kelas 1 wustha, baik metode, teori,  dan praktik mampu dikuasainya dengan baik. Sehingga keahliannya pun bisa disamakan dalam tingkatan kelas 3 wustha.

Perlombaan tilawah al-Qur'an memberikan dampak positif bagi santri, bila di era millenial ini seharusnya generasi Qur'anj perlu ditingkatkan. Jangan sampai masa remaja disia-siakan, sehingga kala dewasa baca al-Qur'an saja belum bisa. Penulis masih teringat kala menginjak masa kuliah, setingkat mahasiswa (maha-nya para siswa) ternyata masih banyak yang belum bisa membaca al-Quran. Kasus demikian tentunya bisa dijadikan sarana muhasabah, apabila menjadi umatnya Nabi seharusnya mampu berinteraksi dengan al-Quran. Bila tidak mampu menghafal, seharusnya bisa dengan dibaca dan dipahami. Membaca saja memilki banyak keistemewaan, diceritakan dalam kitab tibyan karya Syekh Nawawi ad-Dimasyqi diterangkan,

إقرؤا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعاً لأصحابه

"Bacalah al-Qur'an, sesungguhnya ia akan datang kelak di hari kiamat dengan memberikan pertolongan bagi para pembacanya."(Tibyan fi adabi hamalatil quran,  hlm. 18)

Maka dari itu, sebagai umat Muhammad alangkah baiknya meningkatkan kualitas ibadah kita dengan berinteraksi dengan al-Quran. Dengan al-Quran, setiap masalah yang dihadapi akan senantiasa diberikan petunjuk oleh-Nya. Dilain sisi, sumber segala ilmu itu ada di al-Qur'an. Maka alangkah buruknya suatu umat bila alergi dengan al-Quran.

Perlombaan ini juga sebagai pemicu semangat generasi pemuda untuk lebih semangat lagi berinteraksi dengan al Quran. Dilain sisi, pesantren juga mencetak para pecinta tilawah al-Quran, agar kader tersebut bisa mensyiarkan al-Quran di rumahnya masing-masing. Pasca selesainya lomba tersebut, para juri memberikan pesan apabila dalam perlombaan ayat suci al-Quran (tilawah) seharusnya juga diniati untuk tadabur dengan al-Quran. Selain itu juga diniati untuk ibadah. Karena ada juga sebagian peserta memiliki pandangan bila perlombaan tilawah al Quran sebagai ajang untuk mendapatkan teropy atau juara. Sehingga nilai-nilai Qur'aninya lebur ke dalam nafsu duniawinya. Dengan kata lain, membaca al- Quran yang seharusnya merupakan ibadah menjadi tidak bernilai ibadah, akibat dari mendominankan perkara dunia daripada menyeimbangkannya.Wallahu a'lam bis shawab.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...