By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi
Proses persebaran covid-19 hingga kini terus membabi buta. Hingga pelosok-pelosok pedesaan pun yang seharusnya bisa terminimalisir justru kena imbasnya, sama seperti masyarakat di perkotaan. Akibat maraknya kasus coronavirus, pendidikan sekolah formal otomatis dilakukan secara daring. Karena pihak pemerintah maupun sekolah tidak mau mengambil resiko atas maraknya coronavirus.
Di pesantren sendiri, walaupun coronavirus merajalela, eksistensi pengajarannya masih dipertahankan, yakni pendidikan berbasis karakter. Berbagai upaya terus dilakukan, guna memutus mata rantai covid-19. Tak tanggung-tanggung, demi kesehatan para santri-santrinya, pengelola pesantren berupaya melengkapi fasilitas kesehatan, baik semprot disenfektan, tempat cuci tangan, sabun cair, bilik sterilisasi, masker, hand sanitizer, dan semua kebutuhan terkait penanggulangan covid-19. Tujuannya tidak lain untuk menjaga kesehatan para santri supaya tetap terjaga. Agar santri tetap fokus dalam thalabul ilmi. Karena kesehatan merupakan faktor utama dalam menunjang semangat santri dalam belajar.
Berbagai ikhtiar yang dilakukan pengelola pesantren sudah diupayakan. Tak terkecuali di pesantren al Kamal Blitar, baik ikhtiar jasmaniah maupun rohaniah terus diupayakan. Diantara usaha-usaha yang dilakukannya ialah rutinitas pembacaan surah berfadhilah. Ritual tersebut dinamakan Sab'ul munjiyat, yakni pembacaan surah yasin dan al-Waqi'ah. Di tengah-tengah pembacaan ayat, ada beberapa ayat tertentu yang dibacakan do'a. Dikarenakan ada suatu ayat yang memiliki suatu keutamaan. Kemudian, pasca pembacaan ayat, santri secara dengan khidmat membaca do'a khusus surah yang diijazahkan. Pembacaan sab'ul munjiyat dilakukan setelah shalat maghrib, hingga tiba shalat isya'. Kiai dawuh, bila ijazah sab'ul munjiyat merupakan ijazah hasil pemberian dari romo KH. mahrus Aly Lirboyo. Ritual pembacaan Sab'ul munjiyat dipimpin langsung oleh Kiai, pembacaan dilakukan hingga mendekati shalat isya'.
Pasca shalat isya', dilanjutkan kegiatan pengajian kitab kuning seperti biasanya. Setelah pembelajaran ta'lim selesai, kiai menyuruh santrinya untuk serentak membacakan shalawat tibbil qulub dan syair li khomsatun. Guna dalam rangka untuk berdoa kepada Allah agar santri-santri di pesantren diberi perlindungan oleh Allah SWT.
Shalawat tibbil qulub memang memiliki keutamaan, diantaranya bisa digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, baik rohaniah maupun jasmaniah. Ingat, ini sebagai bentuk ikhtiar, bukan berarti mengesampingkan dunia medis. Karena pendidikan pesantren mengajarkan tentang bagaimana menyeimbangkan antara kesehatan jasmaniah dan rohaniah. Karena bila jasmaniah saja yang diobati, bisa jadi rohaniah akan mempengaruhi kesehatan jasmaniah, bahkan sebaliknya.
Dalam ijazah yang diperuntukkan untuk santri, ada beberapa prosedur dalam menjalankan ritual tersebut. Prosedur yang dilakukan ialah berpuasa 3 hari. Kemudian, waktu puasa dianjurkan membaca shalawat tibbil qulub pasca shalat 5 waktu. Di malam hari, waktu jauf al-lail (sepertiga malam) dibaca 111 kali pasca shalat malam. Setelah puasa terakhir, malam harinya santri dilarang tidur hingga munculnya terik matahari. Di pesantren, tradisi tidak tidur di malam hari dinamakan tarkun naum (ngebleng). Insha allah dengan keyakinan dan kemantapan hati, Allah akan memberikan pertolongan-Nya. Senyampang kita terus berusaha, sedangkan setelahnya dipasrahkan kepada Allah SWT.
Selain sholawat tibbil qulub, ada sebuah syi'ir yang digunakan untuk mencegah balak (penyakit), yaitu syi'ir li khomastun. Syi'ir ini memang masyhur, baik dilingkungan pesantren maupun masyarakat. Hingga kaum nahdiyyin menganjurkan untuk membaca syi'ir tersebut di setiap masjid atau musholla masing-masing, untuk dijadikan pujian. Berdasarkan sumber yang dilontarkan oleh Yaser Muhammad Arafat, syi'ir ini juga bisa digunakan sebagai rajah. Hal ini berdasarkan penelitiannya di rumah bapak ngadimin di Sleman, Yogyakarta. Syi'ir ini ditempelkan disebuah atas pintu rumah depan. Guna dijadikan sebagai penangkal dari marabahaya, terutama musim pagebluk (Yasir Arafat, 2015). Di pesantren, pembacaan shalawat li khamsatun dibacakan setelah proses pembelajaran ta'lim selesai.
Aktivitas kegiatan ta'lim dan ta'alum di era covid-19 ini memang berbeda dengan sebelumnya. Setiap kegiatan ibadah maupun ta'lim pun pasti diimbangi dengan ritual pencegahan covid-19. Selain rutinitas pembacaan do'a li daf'il balak, para santri juga diusahakan untuk berolahraga setiap hari. Kegiatan jasmaniyah bisa dengan senam pagi, berjemur di terik matahari, bulu tangkias, dan voli. Selain menjaga imun, para santri biar tidak jenuh dalam menjalankam aktivitas pesantren. Karena di pesantren sendiri, santri dilarang untuk menemuai orang luar, baik dalam hal apapun. Wallahu a'lam bi ash-Shawab.
Komentar
Posting Komentar