Langsung ke konten utama

KULIAH ITMAM DIRAYAH: PERHATIAN ULAMA' TERHADAP MAKKI DAN MADANI VERSI JALALUDIN ASY-SUYUTI







By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi


Kajian ayat-ayat makki dan madani memang menuai problematika, terkait validitas ukuran kebenaran kedua fase tersebut. Baik ulama' klasik hingga kontemporer memiliki cara pandang sendiri dalam merumuskan metode dalam memahami kajian tersebut. Kajian ini memang penting untuk ditelaah kembali. Selain sebagai salah satu perangkat dalam menafsirkan al-Qur'an, juga penting untuk mengetahui konteks historisitas al Qur'an diturunkan. Supaya dalam memahami maksud dan kandungan al-Quran tidak terjadi penyimpangan.

Diantara ulama' yang berperan penting dalam kajian ulumul Qur'an ialah Jalaluddin Asy-Suyuti. Walaupun beliau hidup pada abad pertengahan, aroma hidangan yang ditawarkannya hingga kini menarik perhatian kaum sarungan. Diantara karya beliau yang patut dijadikan bahan diskusi, khususnya bagi pemula ialah kitab Ilmu Tafsir Manqul min Kitab Itmam ad-Dirayah. Kitab ini tipis, karena nukilan dari kitab Itmam Dirayah. Walaupun tipis, kitab ini cocok sebagai tangga untuk memahami kajian ulumul Qur'an secara mendalam.

Dalam mata kuliah Ilmu Tafsir, penulis berdiskusi bersama kawan-kawan ma'had aly terkait konsep yang ditawarkan Asy-Suyuti. Malam hari merupakan waktu yang dipilih, karena telah menjadi kebiasaan kaum sarungan dalam menelaah berbagai ragam ilmu. Suasana yang tenang dan nyaman, memudahkan untuk ngopi (ngolah fikiran) dan ngaji (ngolah jiwa). Kali ini, tema yang diangkat dalam diskusi ialah term makki dan madani pada halaman 5. Dalam diskursus makki dan madani, ada beberapa hal yang ditawarkan Asy-Suyuti dalam menjelaskan ta'rif makki dan madani, hal ini berdasarkan tinjauan pandangan beberapa ulama'.

Pertama, menurut qoul yang lebih unggul, makki ialah suatu ayat atau surah yang turun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Sedangkan, ayat atau surah yang turun setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, maka dinamakan madani. Walaupun ayat atau surah tersebut turun di Makkah, di tempat lain, maupun di suatu perjalanan.

Kedua, ada yang menyatakan makki merupakan ayat atau surah yang turun di Makkah, walaupun ayat atau surah tersebut turun setelah Nabi hijrah. Sedangkan, madani sebaliknya, suatu ayat atau surah yang turun di Madinah.

Dari dua pendapat di atas, yang banyak disepakati oleh jumhur ulama' ialah definisi pertama. Mengingat, pendapat pertama lebih terpaku dari segi zaman (waktu turunnya). Sehingga pendapat tersebut jelas dan konsisten dalam memberikan kepastian. Berbeda dengan pendapat kedua, yang lebih terpaku dari segi makan (tempat turunya). Sehingga, pendapat kedua ini menimbulkan kelemahan. Dikarenakan ayat atau surah yang diturunkan selain kedua tempat ini (Makkah dan Madinah) mengalami problematika, bisa jadi ditangguhkan. Mengingat pendapat tersebut tidak adanya pembagian yang konkrit. Misal: surah al fath yang diturunkan di perjalanan. Jika mengacu pendapat kedua, surah ini tidak dinamakan makki maupun madani. Selain itu juga, walaupun surah ini diturunkan setelah Nabi hijrah, tetap dinamakan makki (baca: ayat makki dan madani surah al fath).

Dalam kitab tersebut, Asy-Suyuti tidak sekedar menjelaskan tentang ta'rif makki maupun madani saja, beliau juga mencontohkan surah-surah yang tergolong dari makki dan madani. Beliau menukil dari pendapat al-Bulqini (gurunya) apabila surah yang tergolong dari madani ada 20 surah. Diantaranya surah al Baqarah, al Imran, an Nisa', al Maidah, Anfal, Baraah, ar Ra'du, al Haj, an Nur, al Ahzab, al Qital, dan setelahnya, yakni al Fath dan al Hujurat. Ada juga surah al Hadid, at Tahrim, dan diantara keduanya (al Mujadalah sampai at Thalaq). Kemudian, al Qiyamah ,al Qadr, al Zalzalah, an Nashr, dan al Muawwidzatain, juga tergolong dari surah-surah madani. Dikatakan pula, surah ar Rahman, al Insan, al Ikhlas, dan al Fatihah juga termasuk dari surah-surah madani. Walaupun, ada pendapat yang mengatakan surah-surah tersebut tergolong dari makki. Hal ini berdasarkan sumber yang paling shahih.

Dalam kitabnya, beliau mengargumentasikan surah yang tergolong makki, diantaranya ialah surah ar Rahman, hal ini berdasarkan riwayat dari at Turmudzi dan al Hakim, yang sumber tersebut diperoleh dari Jabir. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah pernah keluar bersama sahabat. Pada saat itu, beliau membacakan surah ar-Rahman dari awal hingga akhir. Kemudian para sahabatnya mendengarkannya dengan baik. Saat itu pula, Nabi menceritakan apabila beliau pernah membacakan surah ar Rahman kepada bangsa Jin di malam golongan Jin. Kejadian tersebut ketika Nabi di Makkah, yakni sebelum beliau hijrah. Selain itu juga, argumen dari surah al Insan dan al Ikhlas yang tergolong dari Makki berdasarkan sumber yang diriwayatkan oleh at Turmudzi. Saat itu, Nabi suruh menjelaskan tentang Tuhannya kepada kaum musyrik Makkah. Kemudian, Nabi membacakan surah al Ikhlas. Adapun, dasar dari surah al ikhlas tergolong dari makki berdasarkan riwayat dari Imam Bukhari dan Muslim. Apabila surah al Hijr ayat 87 yang dimaksud (tentang sab'ul masani) ialah surah al Fatihah. Meskipun surah al Hijr sendiri turun sebelum surah al Fatihah (baca itmam dirayah: 5).

Demikian argumen para ulama' yang dihidangkan oleh Asy Suyuti dalam kitabnya. Meskipun dalam diskursus kajian makki dan madani dikitab ini ringkas, akan tetapi argumen-argumen yang dihidangkan olehnya tentunya dijadikan bahan perbendaharaan dalam kajian ulumul quran. Sekali lagi, kitab ini sangatlah cocok sebagai muqadimah dalam mempelajari kajian ulumul quran, khususnya makki dan madani. Darinya, kita dapat mengambil kesimpulan apabila kajian-kajian uang ditawarkan oleh Asy-Suyuti tidak terpaku kepada satu pendapat. Akan tetapi justru menghidangkan aneka pendapat, baik yang mutasyadid, mutawasit, maupun mutasyahil. Wallahu a'lamu bis shawab



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...