By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi
Persebaran covid-19 hingga kini terus membabi buta. Di Jawa Timur sendiri kasus coronavirus sedikit-demi sedikit mulai memasuki ke seluruh pelosok Desa. Sebagai masyarakat yang baik, kita seharusnya tetap disiplin menaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan dari ulama’, para kyai dalam setiap majlis pengajiannya, baik melalui media online, massa atau pers telah memperingatkan berkali-kali kepada masyarakat untuk berikhtiar, baik secara dhahiriah maupun bathiniah. Ikhtiar dhahiriah, yakni dengan memakai masker, menjaga jarak, dan selalu cuci tangan. Ikhtiar bathiniah, senantiasa kita berdo’a kepada Allah SWT, dengan berbagai wasilah. Baik dengan memperbanyak sholawat, istighfar, maupun dengan do'a yang telah diijazahkan dari para ulama'.
Terkait protokol kesehatan, para leluhur sesungguhnya telah mengaplikasikan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya menyediakan padasan di setiap depan rumah, ataupun pinggir jalan. Dalam kamus kbbi, padasan sendiri memiliki makna sebuah tempayan yang diberi lubang pancuran (tempat air wudhu), yang terbuat dari tanah liat. Biasanya padasan diletakkan di sebuah pekarangan sebelum masuk rumah. Dahulu kala, padasan sendiri dilengkapi dengan gayung (jawa: bathok), guna untuk membersihkan tangan, kaki, maupun wajah ketika pulang dari sawah, pasar, atau kerja.
Dulu, padasan sudah muncul pada masa era kerajaan, hingga sejak Islam tersebar di nusantara. Walisongo menggunakan padasan dengan tujuan untuk berdakwah. Selain mempertahankan tradisi lokal, walisongo memanfaatkan padasan dalam rangka untuk bersuci. Sehingga Islam nampak tidak bertentangan dengan tradisi lokal. Justru mampu hidup damai dan harmonis. Bersuci merupakan strategi Walisongo untuk menarik penduduk lokal supaya tertarik dengan Islam. Selain itu, Islam sendiri mengajarkan tentang pentingnya bersuci. Hal ini berdasarkan dawuh Nabi,
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
Dari Abi Malik al-Asy’ari r.a, sesungguhnya Nabi SAW dawuh,”Kesucian adakah separuh dari keimanan.” (ad-Darami, juz 1, h. 518)
Hadis di atas bila ditarik dalam konteks pandemi sangatlah relevan. Para leluhur sesungguhnya telah mengamalkan dengan shalih fungsionalisasi padasan sebagai wadah bersuci. Padasan memang multifungsi, ada beberapa pelajaran leluhur yang seharusnya kita petik pesan moral dari nilai-nilai yang terkandung. Pertama, padasan mengajarkan keikhlasan. Betapa tidak, pemilik setiap hari mengkroscek isi dari padasan itu sendiri. Apabila habis, ia dengan ikhlas mengisi padasan dengan sepenuh hati. Selain itu, tanpa ia kenal siapa pemakai padasan tersebut, dengan ikhlas menghidangkannya untuk kemashlahatan sesama manusia.
Walaupun padasan itu gratis,dan pemilik suka rela memberikannya, bukan berarti pengguna memanfaatkannya tanpa alasan yang sangat penting. Pengguna seharusnya sadar diri atas keperluan air yang digunakan. Keperluan air yang digunakan cukup seperlunya. Hal demikian merupakan bentuk rasa kesadaran antar sesama manusia.
Kedua, menciptakan keshalihan secara sosial. Adanya padasan sesungguhnya mempererat rasa kepedulian antar sesama. Sehingga antar sesama manusia saling menyadarkan satu sama lain. Rasa kepedulian terbentuk apabila ada salah satu yang mengalah untuk merangkul tanpa memukul, mengajak tanpa mengejek kepada sesama yang memang acuh tak acuh terhadap situasi dan kondisi. Dilain sisi, bentuk kepedulian bukan hanya diaktualisasikan sekedar teori belaka, namun dapat diimplementasikan dalam bentuk sikap atau perilaku secara personal. Kemudian baru diterapkan untuk sesama manusia yang lain.
Ketiga, menjadikan hidup sehat semakin terbiasa. Masyarakat akan sering memanfaatkan padasan untuk keperluan kesehatan. Misal, untuk keperluan mencuci tangan, wudhu dan lain sebagainya. Dengan adanya padasan, masyarakat akan semakin terbiasa untuk hidup sehat. Faktor kebiasaanlah yang seharusnya digiatkan. Tanpa dipaksa, maka kebiasaan akan sulit untuk diaplikasikan.
Dewasa ini, padasan mulai masyhur sebagai sarana penunjang pencegahan covid-19. Walaupun konteksnya di era pandemi, tapi fungsionalisasi dari padasan itu sendiri hingga kini tidak berubah. Tersebarnya padasan di era pandemi memberikan pesan kepada kita, apabila para leluhur telah mengaktualisasikan prosedur yang ditetapkan pemerintah. Walaupun konteksnya pada saat itu berbeda dengan era sekarang. Darinya kita belajar bagaimana cara mengaplikasikan fungsionalisasi dari padasan. Selain itu, kita juga belajar dari leluhur arti dari kepedulian antar sesama. Apabila bentuk kepedulian itulah sesungguhnya akan muncul benih-benih kesadaran. Diantaranya tertib dengan protokol kesehatan. Wallahu a’lamu
sangat bermanfaat sekali kang Sanusi
BalasHapus