By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi
Ada beberapa catatan menarik terkait karakteristik cara pandang yang ditawarkan kaum sufi. Mereka memiliki manhaj yang berbeda dalam membangun sebuah peradaban. Strategi berfikir yang dibangunnya sangatlah bertolak belakang dengan bangsa barat. Dengan hidangan khasnya, mereka mampu membumikan peradaban sampai ke sendi-sendi kehidupan basyariyah. Cara berfikirnya lebih mendahulukan dari yang terkecil menuju ke hal yang terbesar. Dengan kata lain, kaum sufi lebih menitikberatkan pada pondasi bangunan yang mendasar, daripada melangitkan cara pandang yang terlalu mengambang, tanpa didasari dengan dasaran yang kokoh.
Kerangka berfikir yang dibangun kaum sufi bila dilakukan secara istiqomah, ternyata memiliki dampak yang sangat kuat, hingga berpengaruh, tumbuh, dan bergerak dengan baik dari berbagai sektor, baik internal maupun eksternal. Karakter kaum ini tidak terlalu eksis, bahkan ada yang tidak mau dipopulerkan dalam dunia maya. Mereka memang kelihatan asketis, dan cenderung qanaah bil maujud. Penganut ini tidak omong besar-besar, berkata mendasar, dan fleksibel. Akan tetapi makna yang disalurkan begitu mendalam.
Kita ambil contoh logika kaum sufi tentang hakikat Lapar. Menurut kacamatanya, hakikat lapar bisa mengubah suatu peradaban menjadi maju. Kiranya pandangan demikian bagi kaum barat kurang rasionalis, dan logis. Bagi penganut sufi sebaliknya, lapar sangatlah berpengaruh. Bahkan bisa menjadikan pondasi yang dibangunnya semakin kokoh. Kondisi lapar sesungguhnya berpotensi meningkatkan kreativitas dan ketajaman berfikir. Sehingga bisa memproduksi sebuah karya.
Beda dengan banyak makan dan minum. Hal ini akan menjadikan logika berfikirnya menjadi menurun, bahkan bisa menjadi tumpul. Kaum sufi beralasan, bila banyak minum, pasti banyak tidur. Kebanyakan tidur inilah yang menjadikan kreativitas manusia menurun. Kemandekan kreativitas bisa berdampak pada peradaban manusia. Beberapa dampak negatif yang menyebabkan degradasinya peradaban manusia ialah faktor kekenyangan. Akibat timbulnya rasa kenyang bisa berefek pada aktivitas yang dilakukannya, diantaranya :
Pertama, membaca dan menulis menjadi malas. Menurunnya minat membaca dan menulis merupakan faktor utama menurunnya peradaban manusia. Bahkan bisa menyebabkan kemunduran kemajuan peradaban. Karena kunci kesuksesan mengubah peradaban dari kegelapan menuju renaisans ialah meningkatkan minat membaca dan menulis.
Kedua, mengurangi umur. Semakin banyak tidur, tentunya umur semakin berkurang. Apabila umur terkurangi, maka modal hidup juga akan terkurangi. Karena umur merupakan modal hidup. Sehingga, semakin banyak tidur, pada hakikatnya manusia kehilangan banyak kesempatan untuk beribadah kepada Allah. Hakikat lapar pada dasarnya juga melatih spiritualitas manusia menuju kesempurnaan bathin. Salah satu cara meningkatkan nutrisi kerohanian, diantaranya dengan cara lapar. Karena jika manusia dalam kondisi lapar, tentu syahwat akan melemah. Apabila syahwat melemah, maka tindakan jahat yang dilakukan juga ikut melemah. Atau lebih simple-nya, banyak makan banyak maksiat, sedikit makan sedikit maksiat.
Kerangka berfikir seperti ini seakan-akan sepele, tapi sangat berpengaruh dalam strata sosial. Mereka mampu merubah melaluj jalur yang berbeda pada umumnya. Cukup dengan mengaktualisasikan diri secara pribadi bisa menarik masyarakat membumisasikan nilai-nilai yang diajarkannya. Sungguh luar biasa. Ajaran yang disampaikannya sesungguhnya berpegang teguh kepada risalah baginda Nabi," Ibda' binafsik (mulailah dari diri kamu)." Sebelum diajarkan kepada orang lain, alangkah baiknya mengimplementasikannya terlebih dahulu. Sehingga pesan-pesan yang disampaikannya kepada orang lain bisa mengena dan berefek positif.
Karakteristik kaum sufi berbanding terbalik dengan penganut sosiolog. Cara pandang kaum sosiolog lebih berfikir secara strukturalis, yakni dengan semangat tinggi (menggebu-gebu) mendekonstruksi peradaban dari hal yang besar. Akan tetapi, akibat kerangka yang dibangunnya cenderung melangit, sehingga implikasinya kepada masyarakat sangatlah non-faedah. Berbeda dengan kaum sufi, kesederhanaan kerangka yang dibangunnya sampai mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Cara pandang sufi tidak sepenuhnya disalahkan, memang inilah karakteristik ajaran sufi. Darinya, kita bisa belajar dan mengambil manfaat jika tidak selamanya kerangka berfikirnya bisa menjumudkan (mendangkalkan). Kaum sufi mengajarkan kepada kita untuk tidak berteori, tapi mampu mengaktualisasikan diri sebelum diajarkan kepada orang lain. Konsep ajaran yang disampaikannya juga mencerminkan sikap tawazun (keseimbangan). Antara akal dan hati harus seimbang, mendewakan akal akan berakibat dangkalnya kemiskinan hati. Karena manusia tidak hanya butuh asupan jasmani, tapi juga membutuhkan asupan rohani. Untuk itu, keseimbangan antara jasmani dan rohani merupakam puncak kedalaman spiritualis yang pada akhirnya bisa mengubah peradaban menjadi kuat dan kokoh. Wallahu a'lam bi ash shawab
Komentar
Posting Komentar