By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi
Pembahasan mengenai sistem pendidikan pesantren selalu mengundang diskusi dan pengamatan yang tidak berkesudahan. Lembaga ini menjadi "magnet" yang selalu menarik minat masyarakat untuk menelaah dan mengkaji secara berkelanjutan. Lembaga ini patut menjadi gudang keilmuan, khususnya agama.
Ciri khas manajemen dan tata kelola, beserta adopsi kearifan intelektual kaum sarungan menjadi jawaban atas kegersangan pendidikan dewasa ini, yang hanya mengkultuskan aspek intelektualitas, namun gersang nilai moralitas. Kini, mereka merupakan calon generasi yang siap berkontribusi ke masyarakat pribumi dalam berupaya mengamalkan ilmunya untuk membentuk masyarakat yang agamis, mengerti huruf, dan paham akan pentingnya kultur budaya.
Selama ini, pesantren masih peka terhadap tuntutan zaman dan perannya dalam segala aspek kehidupan. Aktivitas pendidikan pesantren sudah di desain secara fleksibel untuk menghadapi setiap tantangan di era modernisasi, dengan jargonnya," al muhafadzatu ala qadimi ash-shalih wal akhdzu bil jadidi al ashlah." Prinsip percaya diri yang ditanamkan pesantren merupakan kunci untuk menggapai keberhasilan visi dan misi.
Pasca lulus dari pesantren, mereka harus berani untuk keluar dari zona nyaman. Saatnya beraksi sesuai bakat dan minat yang ditekuni dan dikuasainya. Yang lebih penting, ilmu yang sudah dikuasai bisa berguna di masayarakatnya. Lulusan pesantren setidaknya punya tri darma. Tri bermakna tiga, dan darma bermakna kewajiban. Tri darma yang dimaksud ialah pendidikan (teoritis), penelitian (pengembangan), dan pengabdian (praksis).
Pendidikan pesantren yang sekian lama telah digembleng pada saatnya perlu diolah kembali, perlu adanya pengembangan sesuai problem yang ada di masyarakatnya masing-masing. Setelah itu, santri sesuai kompetennya mampu mengaplikasikannya hasil pengembangannya ke masyarakat. Guna supaya ilmu yang diperoleh di pesantren bisa berdampak positif bagi sekelilingnya.
Mereka paling tidak memiliki semacam gagasan baru untuk mengolah bekal dipesantren menjadi suatu hal kegiatan positif di rumahnya. Paling sederhana ialah dengan mengamalkan ilmunya dengan cara ngedep bangku (dalam bahasa pesantren). Ngedep bangku (mengajar) merupakan bentuk "agen of change" dalam mencerdaskan calon generasi masa depan. Supaya generasi yang tumbuh diperkaya dan diperkuat dengan nilai-nilai agamis. Karena sains dan teknologi tanpa diimbangi dengan nilai-nilai agama sama saja kurang seimbang. Bahkan bisa rapuh.
Saatnya mereka menjadi penerus "agent of change" di rumah masing-masing. Semoga ilmu yang didapatkan di pesantren bermanfaat dan berkah. Sehingga bisa diimplimentasikan di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a'lamu
Komentar
Posting Komentar