By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi
Produktif berkarya
memang tidak mudah. Berbagai tantangan dan hambatan harus siap dihadapi. Jika
mudah menyerah, mustahil bisa produktif. Allah SWT memberikan tantangan kepada hamban-Nya dengan
beraneka ragam. Supaya manusia menggunakan nalar fikirnya untuk menemukan
solusi yang terbaik. Manusia merupakan produk Allah SWT yang paling unik.
Betapa tidak, manusia memiliki karakteristik seperti malaikat, tumbuhan, dan hewan. Karena manusia
memiliki akal, hikmah, tabi’at,
dan nafsu. Berbeda dengan malaikat yang hanya memiliki
akal dan hikmah. Sedangkan tumbuhan dan hewan hanya memiliki tabi’at dan hawa
nafsu. Apabila manusia tidak bisa mengendalikan akal dan hikmahnya, bisa jadi ia seperti hewan atau tumbuhan. Sebaliknya, apabila mampu mengendalikan akal dan hikmahnya, maka ia seperti malaikat. Dalam kehidupan manusia, minimnya produktifitas karya merupakan bentuk lemahnya manusia dalam mengendalikan akal dan hikmahnya. Kuatnya hawa
nafsu yang menyelimutinya menjadi sebab timbulnya rasa pesimis dalam berkarya.
Faktor utama menurunnya kualitas seseorang dalam berkarya
ialah malas. Penulis kira wajar bila mengalami godaan malas. Bahkan tidak wajar
apabila manusia tidak pernah dihampiri godaan malas. Namun, jangan sampai kita
larut didalamnya. Jika kita membiarkannya terus terjadi, mustahil sebuah karya
terwujud. Menghadapi sifat malas memang tidak semudah yang kita katakan. Diperlukan mentalitas tahan banting dan pantang menyerah untuk
melawannya. Berbagai
hambatan dan rintangan seharusnya diatasi dengan baik. Berkarya membutuhkan
komitmen yang kuat. Komitmen harus diusahakan dan diperjuangkan. Wajar,
semangat kadang naik dan juga bisa turun. Namun, jangan sampai malas terus
menerus dimanjakan. Jangan sampai kita menikmati kemalasan. Prinsip yang harus
ditekankan, harus bangkit. Kita harus mencari jalan agar malas tidak terus
menerus menggerogoti setiap aktivitas yang dijalankan.
Malas terkadang ada yang murni dan ada yang diciptakan.
Malas yang murni dikarenakan perubahan intensitas perasaan, atau dalam bahasa
lain ialah kondisi suasana hati yang terkadang naik dan turun. Namun, keadaan
seperti ini tidak secara terus menerus menempel. Bisa juga diakhiri, senyampang
kita mau untuk mengakhirinya. Orang yang terbiasa pantang menyerah, sangatlah
mungkin untuk meleburkan sifat tersebut.
Berbeda dengan malas yang sengaja diciptakan. Mustahil kategori ini bisa
bangkit. Karena malas bukan untuk diperangi, justru diciptakan untuk dinikmati.
Kategori ini jangan sampai muncul pada diri kita. Karena bila sudah terkena
virus ini, maka dikasih nasehat apapun akan masuk dari telinga kanan, dan
keluar dari telinga kiri.
Ulama’
terdahulu sesungguhnya telah memberikan resep bagaimana cara untuk melawan
sifat malas, diantaranya ialah pertama, ketekunan. Berkarya harus memiliki
kesungguhan hati untuk terus-menerus mencobanya. Kegagalan itu bukan berarti menurunkan sebuah
karya. Justru merupakan langkah awal untuk mewujudkan karya menjadi kualitas.
Kunci sebuah karya menjadi baik itu ialah pantang menyerah. Memiliki hasrat
yang kuat tanpa diimbangi dengan kesungguhan hati tidak ada gunanya. Dalam kitab ta’lim muta’alim (Az-Zarnuji: 26), dijelaskan,
من طلب شيأ وجد وجد, ومن قرع الباب ولج ولج
“Siapa
yang bersungguh hati mencari sesuatu, pastilah ketemu, dan siapa mengetuk pintu
bertubi-tubi, pastilah memasuki.”
Penjelasan di atas jelas, apabila kita terus berusaha
untuk mewujudkannya, pastilah usaha yang diperjuangkan mendapatkan hasil. Jiwa
yang malas semakin dilawan, maka kesuksesan untuk mewujudkan sebuah karya akan
semakin terbuka lebar. Seperti dalam pepatah Arab (Az-Zarnuji: 26),
بقدرما تتعنى تنال ما تتمنى
“Sejauh mana kepayahanmu, sekian pula tercapai
harapanmu.”
Semakin kita menuruti sifat malas, maka harapan untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik akan semakin sempit. Sebaliknya, semakin
sifat malas terus menerus dilawan dan dileburkan, maka jalan kesuksesan yang
diinginkannya akan terbuka lebar. Penulis yakin, karya yang berkualitas tidak
serta merta diciptakan secara instan. Usaha yang diciptakannya pasti penuh
dengan perjuangan. Kesabaran, keuletan, dan keyakinannya itulah yang mendorong
usaha karya yang dihasilkannya bisa terwujud dengan baik. Jangan patah semangat
bila karya kurang baik.
Kedua, Kontinuitas. Berkarya itu membutuhkan proses. Komitmen
untuk berkarya seharusnya dilakukan secara terus-menerus. Sebuah karya tidak
akan jadi bila jauh dari komitmen. Sebaliknya, semakin dekat dengan kontinuitas
dalam berkarya, maka segala rintangan yang menghalangi akan runtuh. Karena
komitmen yang muncul pada
dirinya berdiri kokoh. Terus-meneruslah mencoba hingga karya yang
dihasilkannya bisa bernilai baik. Ketiga, Minat. Tidak mungkin menjadi
penulis tanpa adanya minat yang kuat. Juga tidak mungkin tulisan jadi apabila
dalam dirinya tidak memiliki keinginan yang kuat. Ketekunan dan kontinuitas
tidak akan bisa didapatkan bila tidak memiliki minat berkarya. Muncul minat
yang kuat tanpa diimbangi dengan ketekunan dan kontinuitas juga tidak bisa
menghasilkan sebuah karya. Keseimbangan antara minat, ketekunan, dan
kontinuitas harus ditanamkan pada diri kita. Agar karya yang dihasilkannya
berhasil diwujudkan. Wallahu a’lamu bi shawab
Barakallah Ustadz..
BalasHapus