Langsung ke konten utama

BELAJAR DARI A.J WENSINCK, SANG PENGARANG MU’JAM AL MUFAHRAS

 


By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi 

Dalam dunia akademisi, siapa yang tidak kenal dengan A. J Wensinck. Seorang yang lahir dan tumbuh dilingkungan penganut kristen protestan yang taat, anak dari pendeta protestan di Gereja Belanda. Nama lengkapnya Aren Johannes Wensinck. Bila kalian ingin mengenalnya lebih jauh, media google sudah mengakses secara detail seluk beluk sejarahnya. Bila dilacak dari segi intelektual akademisinya, ia merupakan lulusan Universitas Utrecht Belanda. Ia juga pernah menjabat sebagai rektor Universitas Leiden di Belanda. Keberhasilannya dalam merumuskan kamus dan indeks hadis dianggap sebagai akademisi yang sukses. Hingga dikagumi oleh akademisi Barat.


Namun, sebagian sarjana Muslim menganggap Wensinck sebagai akademisi kontroversial. Bahkan ia dianggap sebagai seorang kolonialis penerus generasi Snouck Hurgronje (akademisi Barat yang sengaja masuk Islam demi mencari kelemahan Islam). Pemikiran-pemikiran radikalnya tentang kajian Islam, khususnya terkait keotentikan hadis menyebabkannya divonis sebagai akademisi yang ekstrem.


Bila dilihat komentar dan kritikannya terhadap kajian hadis. Ia tergolong dari salah satu akademisi yang tidak percaya dengan kualitas hadis. Dikarenakan, ia menemukan kejanggalan terhadap otentisitas matan hadis. Menurutnya, hadis-hadis Nabi banyak yang mengadopsi ajaran-ajaran agama Yahudi, Kristiani. Ia meragukan tentang kajian Akidah, Syahadat, dan rukun Islam yang termaktub dalam hadis. Selain itu, misi nabi Muhammad ketika menyebarkan Islam di Makkah dan di Madinah berbeda. Bila di Makkah dengan tujuan berdakwah, namun di Madinah untuk misi menguasai daerah tersebut untuk kekuasaannya.


Begitulah kritikan Wensinck tentang otentisitas hadis. Hal ini menyebabkan pemikir Islam bersikap negatif thinking terhadapnya. Terlepas dari pemikiran negatifnya terhadap hadis. Bukan berarti kita menyudutkannya secara totalitas. Kita juga perlu menilainya dari segi usaha murninya dalam mencetuskan karya terbesar, yakni kamus indeks hadis (mu’jam mufahras fi alfadzil hadis). Kamus ini merupakan maha karya yang tidak hanya menguntungkan orang Barat. Namun juga menguntungkan umat Islam.



Karya A.J Wensinck yang ditahqiq oleh Dr. Fuad Abdul Baqi

Karya ini muncul dilatarbelakangi atas kegelisahannya dalam mengkaji hadis, terutama sarjana Barat. Mereka kesulitan mencari referensi hadis. Karena banyaknya aneka ragam kitab hadis, sehingga kesulitan menemukan indeks kajian hadis yang akan diteliti. Karena bila tidak ada kamus atau indek, tentu harus mencari satu persatu diseluruh kitab hadis. Rasanya perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menemukannya. Apalagi untuk peneliti pemula. Karena kitab hadis mu’tabarah (Khazanah kitab-kitab standar) banyak, diantaranya Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, Sunan Ad Darami, dan Muwatho’ Malik. Maka dari itu, ia mencoba merumuskan kamus khusus untuk menemukan hadis. Guna untuk menemukan redaksi hadis sesuai yang diinginkannya.


Mu’jam mufahras merupakan prestasi gemilang bagi kesarjanaan eropa. Hingga kini, kamus tersebut digunakan oleh peneliti kajian hadis, khususnya dalam kajian takhrij al Hadis. Karya ini kemudian dialih bahasakan oleh Fuad Abdul Baqi (peneliti hadis asal Mesir). Kini, karya tersebut beredar luas di Dunia. Khususnya di Indonesia. Karya ini menjadi rujukan utama di perguruan tinggi nasional maupun internasional dalam penelitian hadis.



Kamus Mu'jam Mufahras fi Alfadzil Hadis

Walaupun Wensinck mengkritisi otentisitas hadis Nabi, dan menganggap hadis nabi tidak otentik, namun karyanya hingga kini sangat bermanfaat, khususnya untuk umat Islam. Dari sini kita bisa belajar, bukan berarti orang yang membenci Islam kita jauhi dan dianggap laknat. Sehingga ilmu-ilmu darinya dijauhi, dan haram untuk dipelajari. Hal demikian kurang benar. Namun, kita seharusnya memperbanyak interopeksi, dan mengambil hal-hal yang positif darinya. Apabila sejelek-jeleknya sifat orang pasti memiliki nurani yang baik dalam hatinya. Kita jangan menilai seseorang hanya dari segi kejelekannya, namun juga kebaikannya.


A. J Wensinck memang menganggap negatif thinking terhadap hadis. Namun, dilain sisi juga punya kontribusi yang luarbiasa terhadap Islam. Ingat, undzur ma qola wa la tandzur man qola (lihatlah apa yang dikatakan, dan janganlah melihat siapa yang berkata). Dari maqalah ini bisa diambil kesimpulan, selama kajian-kajian itu positif untuk khazanah pengetahuan, maka kita harus mengambilnya. Walaupun yang berkata memiliki karakter yang negatif. Sebaliknya, bila orang yang sengaja menjerumuskan ke dalam jurang kesesatan, walaupun yang berkata ialah orang yang dianggap baik, sebaiknya lebih baik ditinggalkan.


Karya masterpiece yang dikarang oleh A.J Wensinck seharusnya menjadi pukulan telak bagi sarjana Muslim, khusunya kita. Karena hingga kini generasi-generasi Muslim belum bisa menelurkan produktifitas dalam berkarya. Justru kita menikmati karya yang dikarang oleh sarjana Barat. Seharusnya, karya A.J Wensinck menjadi motivasi bagi kita untuk fokus mengembangkan kajian-kajian Islam. Khususnya terkait kajian Hadis. Karena kajian ini tidak hanya diminati oleh kalangan Islam, namun juga diminati oleh kalangan Barat.


Untuk itu, generasi perlu belajar dari semangat A.J Wensinck dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya ilmiah. Walaupun pengarangnya suatu saat nanti ditelan Bumi, namun karyanya tetap eksis dijadikan menu favorit oleh kalangan akademisi, maupun non akademisi. Salah satu contohnya karya dari Wensinck. Darinya kita bisa belajar, apabila pengetahuan tidak harus mengambil dari sarjana Muslim, namun kita juga bisa mengambilnya dari sarjana non Muslim. Asalkan ilmu pengetahuan tersebut mengandung hal-hal yang positif. Bukan untuk menjerumuskan kita ke dalam jurang kesesatan. Wa allahu a’lamu bi ash shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...