Langsung ke konten utama

MENULIS BUTUH PROSES DAN PERJUANGAN


By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi

Dalam berkarya, hambatan yang menerpa pada diri kita pasti ada. Terutama faktor kemalasan. Memang, menjadi seorang penulis itu tidak mudah. Fikiran dan tenaga harus benar-benar ditata. Inspirasi yang didapat saat membaca atau berangan-angan jangan sampai dibiarkan begitu saja. Segeralah mengambil catatan, dan tulislah. Karena bila inspirasi tersebut tidak dimanfaatkan betul, maka kemalasan akan muncul secara tiba-tiba.


Menulis itu tidak membutuhkan banyak teori. Belajar secara tahap demi tahap harus diluangkan. Waktu dalam hidup jangan sampai dimanfaatkan dengan hal yang tidak berguna. Disaat ada kesempatan, segera eksekusi. Jangan sampai mentelantarkan waktu seperti angin yang lewat. Saya yakin, setiap manusia punya kesibukan yang berbeda-beda. Namun, banyak sekali yang kurang pintar dalam mengelola manajemen waktu. Sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk hal yang lain hilang begitu saja.


Dalam masalah waktu, kita perlu belajar dari negara Barat. Mereka memiliki jargon “Time is Money”. Waktu bagi orang Barat sangatlah berharga. Mereka benar-benar memaksimalkan waktu untuk membentuk peradaban. Maka tidak heran apabila peradaban mereka, terutama dalam bidang tulis menulis sangatlah maju. Kalian bisa melihat di google, cukup ketik “daftar negara dengan tingkat literasi tertinggi di Dunia”. Pasti kalian akan kaget. Mayoritas nama-nama negara yang tercantum didalamnya ialah negara Barat (eropa).


Masih ingatkah dengan Belanda ? yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Negara tersebut hingga kini terkenal dengan penumbuhan budaya membaca sejak dini. Sejak bayi, orang tuanya sudah diberi formulir keanggotaan disebuah perpustakaan umum. Pemerintah Belanda sudah mempersiapkan seperangkat buku untuk si bayi dan orang tua. Maka sudah layak kalau negara tersebut maju.


Kita seharusnya perlu belajar banyak dari kontinuitas dan kegigihan mereka dalam membentuk suatu peradaban yang maju. Jangan hanya menikmati produk ciptaannya. Tapi juga memanfaatkannya demi kemajuan diri kita. Salah satunya memanfaatkan produk mereka untuk menghasilkan sebuah karya. Ingat,  bila ingin maju mulailah dari diri sendiri. Angkara murka yang ada pada diri sendiri segera dilenyapkan. Mulailah bangun peradaban diri sendiri dengan baik. Insha allah, bila pondasi yang ada pada diri kalian sudah kuat. Aktivitas yang kalian lakukan akan bermanfaat.


Saya masih teringat dawuh sang guru literasi, yakni prof. Ngainun Naim. Dalam praktik menulis itu ada beberapa tahap, guna mempermudah lancarnya dalam proses menulis. Beliau mengatakan,

“Praktik menulis itu melalui tiga tahap. Pertama adalah tahap pre-writing. Pada tahap ini seorang melakukan aktivitas sebagai persiapan. Membaca buku, merancang isi, dan persiapan lain harus dilakukan agar saat menulis bisa berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan. Tahap kedua adalah writing. Di sini "jam terbang" cukup berpengaruh. Penulis ulung relatif lancar dalam menulis. Penulis pemula biasanya menghadapi banyak hambatan dan tantangan. Jika bersabar untuk terus berproses maka tulisan demi tulisan akan mampu dihasilkan. Tahap ketiga adalah editing. Kata demi kata diperiksa. Kesalahan demi kesalahan diperbaiki. Kalimat ditata supaya enak dibaca. Dari tiga tahap di atas, sebagian penulis mengabaikan tahap pertama dan ketiga. Padahal peranannya sangat penting. Jika tahap demi tahap dijalani, tulisan yang dihasilkan tentu akan bagus. Hambatan demi hambatan mampu diminimalisir.”


Metode yang ditawarkan oleh prof. Ngainun bisa dijadikan patokan dalam proses menulis. Menjadi orang yang sukses dalam menulis berawal dari kegagalan. Tentunya kegagalan bukan membuat lemah dan putus asa bagi penulis. Tapi sebagai spirit motivasi untuk berusaha menghasilkan produk karya yang diinginkannya. Segeralah praktik menulis, dan janganlah hanya berteori saja. Ingat, menjadi penulis yang baik ialah pembaca yang baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...