Langsung ke konten utama

PEREMPUAN, KESETARAAN, DAN KEMERDEKAAN



By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi

Perempuan pada dasarnya setara dengan laki-laki, yakni sama-sama diberi akal oleh sang pencipta. Laki-laki punya naluri, begitu juga dengan perempuan. Laki-laki punya kemampuan, begitu juga dengan perempuan. Akan tetapi, dalam realitas kehidupan kita seringkali melihat kedudukan antara laki-laki dan perempuan masih tidak bisa disepadankan. Terutama dalam sektor publik. Sehingga perempuan seolah-olah hanya patut dan pantas di sektor domestik.
Perempuan acap kali belum bisa meraih kemerdekaan, seperti halnya laki-laki. Gegara secara biologis berkelamin perempuan, kemudian dengan mudah memberikan ruang batas yang begitu ketat. Sehingga, perempuan hanya tampil di dalam rumah. Dan dilarang ke luar rumah tanpa seizin kepala rumah tangga untuk melakukan aktivitas, walaupun itu bermanfaat.


Berbeda dengan laki-laki. Mereka bebas tampil dalam sektor publik, berpergian jauh, tanpa mengharuskan pendampingan yang ketat oleh keluarga dekatnya. Sehingga peran laki-laki terlihat lebih longgar daripada perempuan. Dalam bidang pendidikan, nampaknya mind seat kebudayaan kita lebih mendukung kaum laki-laki. Mereka patut menduduki peringkat tertinggi dalam mengejar karir di bidang intelektual. Mereka didukung untuk berfikir maju dan berkembang. Karena mind seat budaya kita menganggap laki-laki sebagai makhluk yang menanggung tanggung jawab besar kelak. Seperti dalam kehidupan rumah tangga.


Berbeda dengan perempuan. Mereka tidak perlu sekolah tinggi. Karena suatu saat kehidupannya hanya mengurusi dalam bidang rumah tangga. Tugasnya hanya melayani suami, mengelola kehidupan rumah tangga, dan mengurus anak. Setinggi-tingginya pendidikan perempuan yang paling baik di rumah. Inilah analisis sosiologis budaya di masyarakat. Realitas hak-hak kemanusiaan perempuan masih dibatasi dan dikendalikan dengan ketat. Mengapa kebudayaan kita masih kental seperti ini ? Lalu bagaimana cara memerdekakan perempuan ?


Nampaknya diskusi tentang perempuan memang menarik untuk dikaji. Jika demikian inten kasus tersebut, kita seharusnya memiliki strategi untuk memajukan perempuan. Penulis kira cara yang efektif untuk memerdekakan perempuan yaitu diawali dengan mengubah cara pandang masyarakat dalam menilai perempuan. Baik cara pandang dalam bidang kebudayaan, sosial, ataupun politik. Selain itu, perempuan harus sering kali menampilkan kualitasnya dalam sektor publik, bisa langsung terjun ataupun menunjukkan kesuksesannya di Masyarakat.


Perempuan sesungguhnya memiliki potensi yang tidak kalah dengan laki-laki. Hal ini bisa dibuktikan dalam bidang akademisi. Perempuan bisa bersanding dengan laki-laki dalam hal fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Dalam ajang perlombaan di tingkat madrasah dasar maupun berlevel SMA atau Aliyah. Kebanyakan perempuanlah yang menyabet gelar juara. Tidak hanya itu, peran perempuan dalam bidang intelektual di kelas juga tidak kalah dengan laki-laki. Hal ini bisa dilihat dalam penguasaan materi dan kecepatan berfikir di ruang diskusi tidak kalah dengan laki-laki.


Seharusnya cara pandang kebudayaan yang sederajat, adil, menghormati, dan saling mendukung antar sesama sangatlah dibutuhkan. Sesungguhnya visi misi tersebut harus disepadankan dengan pesan-pesan yang termaktub dalam al Qur'an. Laki-laki dan perempuan tidak saling menyakiti, menjelekkan, dan mengkerdilkan satu sama lain. Justru hubungan laki-laki dan perempuan harus saling mencintai satu sama lain. Sebagaimana sang pencipta mencintai makhluk yang diciptakan-Nya. Dalam Firman-Nya dijelaskan,


"Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain (bekerja sama). Hendaklah mereka (laki-laki dan perempuan) saling bekerja sama untuk menyerukan kebaikan dan menolak keburukan. Mereka pun mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya. Kepada mereka Allah akan memberikan kasih sayang-Nya. Sungguh, Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana." (Qs. At Taubah: 71)


Hubungan antara laki-laki seharusnya tidak perlu diperdebatkan dan dibedakan. Melalui risalah al Qur'an. Sang pencipta menuntun manusia untuk saling berdialog, bekerjasama, dan melengkapi antara satu sama lain. Perempuan harus diperlakukan secara adil, sebagaimana laki-laki. Mencintai kesetaraan demi mewujudkan keharmonisan dan kasih sayang sangatlah dibutuhkan. Suatu saat, laki-laki akan membutuhkam perempuan. Sebaliknya, perempuan juga membutuhkan laki-laki. Wajah Islam yang ramah bisa diwujudkan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dalam menebarkan Islam yang rahmatal lil alamin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...