Langsung ke konten utama

Edisi Ramadhan (1): Muqadimah Kitab Jawahirul Adab fi Khuluq At-Thullab

 

Oleh. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi

Di Bulan Ramadhan, amaliyah – amaliyah yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ibadah banyak sekali. Diantara sarana mendekatkan diri kepada Allah ialah dengan ta'lim wa taalum. Di momen bulan penuh rahmat dan berkah ini, saya sempatkan untuk mengkaji kitab jawahirul adab karangan Kyai Nawawi Bulumanis, Juwana, Pati, Jawa Tengah.

Kitab ini sangat penting untuk diulas kembali di era serba modern. Dengan dalih alasan banyak sekali pelajar-pelajar khususnya di daerah saya yang masih gersang dengan standar  adab dan akhlak. Berbeda dengan di pesantren, budaya santun santun mulai tingkat ula, wustho, ulya, hingga mahad aly sudah dijadikan makanan sehari-hari oleh kalangan santri. Namun berbanding terbalik kepada pelajar yang tidak memiliki latar belakang pesantren. Saya mencoba memberikan wawasan melalui kitab ini kepada para pelajar, agar senantiasa menumbuhkan sikap sopan santun kepada guru, orang tua, dan sesama manusia.

Kitab ini pada dasarnya hanya menjelaskan tata cara tindak-tanduk murid kepada guru dalam thalibul ilmi. Hemat saya, kajian ini bisa diterapkan secara luas. Tidak hanya terfokus pada gurunya saja, namun bisa berdoa untuk seluruh ciptaan Allah. Manusia apabila hatinya ditanamkan tata krama, insya Allah dalam berhubungan dengan Allah, manusia, dan alam selamanya berdampak positif. Karena tata krama merupakan pondasi yang harus ditanamkan dalam menjalankan kehidupan dunia. Supaya manusia bisa menciptakan ukhuwah insaniyah, Islamiyah, dan wathaniyah.

Kitab ini memuat bait-bait syair yang berjumlah tiga puluh tujuh dengan aneka ragam pembahasan adab dan akhlak. Adapun satu bait terakhir sebagai penutup kajian ini. Nadham-nadham yang dikarang Kyai Nawawi walaupun cukup ringkas, namun pembahasannya begitu padat akan menjadi makna yang dikandungnya. Pembahasan ringkas ini dengan maksud agar para thalibul ilmi mudah mengingat dan menghafal pesan-pesan tata cara beradab dan berakhlak.

Dalam kitabnya, kyai mengawalinya dengan lafadz bismillahi ar Rahmani ar Rahim . Seorang muallif kebanyakan menyebutkan lafadz ini dalam kitabnya. Ada kandungan penting yang tercantum di dalamnya. Dalam kitab sittin masalah (Ahmad al-Mihi asy-Syibini: tt: 6) dijelaskan, “ Segala perkara perihal kelakuan atau aktifitas yang tidak diawali dengan bismillahi ar rahmani ar rahim maka kurang berkah.” Artinya, segala aktivitas yang dijalankan kurang berkah apabila tidak diawali dengan membaca basmalah. Tentunya muallif mengajarkan kepada kita, khususnya dalam muthalaah untuk membiasakan diri dengan membaca basmalah, agar ilmu yang dikaji senantiasa diberkahi dan diridhai oleh Allah.

Setelah lafadz basmalah langsung dipaparkan umpan pertama. Dalam umpan tersebut dijelaskan, apabila Allah merupakan murabbi yang mengajarkan akhlak.  Dikarenakan manusia tidak sama dengan hewan. Artinya, sesungguhnya Allah sudah mengajarkan tindak-tanduk kepada makhluk yang dikaruniai akal. Sedangkan manusia itu berbeda dengan hewan. Manusia merupakan makhluk yang mempunyai martabat. Jika manusia sendiri tidak mau menjalankan tarbiyah dari apa yang diajarkan-Nya, maka sama saja manusia itu dengan hewan.

Dalam umpan kedua dan ketiga, Allah telah mentarbiyahkan dengan sifat rahman dan rahim-Nya. Dengan rahman-Nya, tidak ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya. Walapun manusia itu ingkar kepada-Nya. Allah tetap memberikan rahmat-Nya. Supaya manusia bisa muhasabah dengan apa yang selama ini dilakukannya. Allah juga memiliki sifat rahim yang diperuntukkan bagi orang yang sudah Ikhlas dalam menjalankan printah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Untuk menanamkan sifat rahman dan Rahim-Nya Allah kepada manusia, diutuslah seorang nabi yang telah ditentukan namanya, yakni Muhammad saw yang diutus untuk menyempurnakan akhlak. Artinya, nabi dalam mengajarkan Islam sangat mementingkan tata krama. Beliau tidak mengajarkan secara teoritis, namun juga aplikatif kepada umatnya. Salah satu yang dipraktikan oleh nabi yakni  dengan mengawali adab dan akhlak dari diri sendiri, keluarganya, sahabatnya dan umatnya. Pada akhirnya metode tarbiyah yang diterapkan oleh nabi ini dijadikan panutan oleh kalangan umat muslim.

Dalam bait ke empat dijelaskan, adab merupakan bagian dari agama. Jika adab yang digunakan pilar agama rusak, maka rusak pula manusia yang ada di dunia. Maka dari itu tugas seorang murabbi (pendidik) harus mengarahkan kepada muridnya untuk mendalami, menanamkan, dan melatihnya untuk mengubah karakter dari yang tidak beradab menjadi beradab. Pendidikan karakter harus benar-benar dikuatkan, sebagaimana yang telah diajarkan oleh nabi muhammad saw. Tentu saja sinkronisasi antara pendidik, murid, dan orang tua sama-sama mensuport dan menerapkan tarbiyatul adab. Wallahu a'lamu bi ash shawab

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL HADARI DAN SAFARI VERSI ASY-SUYUTI

By. Muh. Imam Sanusi al Khanafi Pembahasan mawathin an-nuzul dalam kajian ilmu-ilmu al Quran memang selalu menarik perhatian. Tanpa ilmu ini, tentunya akan sulit untuk mendeteksi kronologis turunnya ayat al Quran. Dari segi definisi, mawathin an nuzul merupakan suatu kajian yang membahas tentang waktu, tempat, dan berbagai peristiwa turunnya ayat al Qur'an. Karya fenomenal Jalaludin Asy-Suyuti, yang dikenal dengan kitab Ilmu Tafsir Manqul min Itmam Dirayah, merupakan maha karya yang di dalamnya menghidangkan berbagai khazanah ilmu untuk memahami al Qur'an. Menurut hemat penulis, kitab ini bisa dibilang merupakan karya yang diciptakan untuk menyederhanakan kajian yang berkaitan dengan ilmu al Qur'an. Tujuannya tidak lain supaya mudah diingat dan dipahami dengan baik. Hidangan yang ditawarkan juga tidak bermuluk-muluk. Beliau mampu menyeimbangkan antara teoritis dan praksis, artinya pembahasan yang diuraikan pasca  teori langsung menuju ke contoh-contoh. Hal ini juga dikuatk...

MEMBUMIKAN KAIDAH AD-DHARARU YUZALU DI ERA COVID-19

By. Muh. Imam Sanusi al akhanafi Dalam kajian qawaidul fiqhiyah, kita pasti mengenal qawaidul kubra, yakni suatu formulasi kaidah yang telah disepakati mayoritas mazhab. Qawaidul kubra sendiri merupakan kaidah dasar yang memiliki cakupan skala menyeluruh. Secara historis, qawaidul fiqhiyah tercipta setelah hukum fiqh. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqh, ia ibarat seperti cucu (qawaidul fiqhiyah) dan kakek (ushul fiqh). Sedangkan ayahnya fiqh. Objek kajian dari qawaidul fiqhiyah ialah bersifat horizontal, antar sesama manusia. Berbeda dengan ushul fiqh, yang besifat vertikal, karena berkaitan dengan proses penggalian nash. Sehingga muncul produk hukum fiqh. Adapun qawaidul fiqhiyah yang tergolong dari qawaidul kubra, ialah al umuru bi maqasidiha, al yakinu la yuzalu bi as-syak, al musyaqqah tajlibu taysir, ad dhararu yuzalu, dan al adatu muhakkamah. Dalam kajian ini, penulis lebih terfokus pada kaidah ad-dhararu yuzalu. Kaidah ini bisa menjadi terobosan baru dalam mengatasi kegers...

Menyoal Pemahaman Hadis Kepemimpinan Perempuan

By. Muh. Imam Sanusi Al Khanafi Saat diskusi kajian ilmu hadis di kelas, penulis memberikan warning bagi siswa-siswi agar tidak ceroboh dalam memahami hadis. Apalagi sekedar melihat di media sosial seperti tiktok, instagram, twitter, facebook, ataupun youtube tanpa dianalisa kredibilitas hadisnya, apakah bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Kemudian secara kualitas hadis bisa maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Apalagi hanya mencantumkan lafadz qala rasulullah, tanpa disharing terdahulu lafadznya. Anehnya, lafadz tersebut langsung dijadikan status dengan mengatasnamakan nama hadis. Padahal yang dishare bukan hadis. Sehingga bisa membahayakan diri sendiri ataupun masyarakat. Untuk mengantisipasi kesalahan dalam mengidentifikasi kualitas hadis, ada beberapa cara untuk menganalisa otentisitas hadis, diantaranya dengan kajian takhrijul hadis dan maanil al-hadis. Dalam diskusi tersebut, ada segelintir pertanyaan menyangkut kepemimpinan perempuan dalam tinjauan hadis. Memang menar...